Rabu, 23 November 2011

PERBUATAN PEMERINTAH/KETETAPAN TATA USAHA NEGARA



1.       Pengertian Ketetapan
Ketetapan tata usaha Negara pertama kali diperkenalkan oleh seorang sarjana jerman, Otto Meyer, dengan istilah verwaltungsakt. Istilah ini diperkenalkan di negeri belanda dengan nama beschikking. Oleh van Vollenhoven dan C.W. van der Pot, yang oleh beberapa penulis, seperti A.M. Donner, H.D. van Wijk/Willemkonijnenbelt, dan lain-lain dianggap sebagai “de vader van het modern beschikkingsbegrip”, (Bapak dari konsep beschikking yang modern).
Di Indonesia istilah beschikking diperkenalkan pertama kali oleh WF. Prins. Ada yang menerjemahkan istilah beschikking ini dengan “ketetapan”, seperti E.Utrecht, Bagir Manan, Sjachran Basah, Indroharto, dan lain-lain. Dengan “keputusan” seperti WF.Prins, Philipus M. Hadjon, SF. Marbun, dan lain-lain. Djenal Hoesen dan Muchsan mengatakan bahwa penggunaan istilah keputusan barangkali akan lebih tepat untuk menghindari kesimpangsiuran pengertian dengan istilah ketetapan. Menurutnya, di Indonesia istilah ketetapan sudah memiliki pengertian teknis yuridis, yaitu sebagai ketetapan MPR yang berlaku keluar dan ke dalam. Meskipun penggunaan istilah keputusan dianggap lebih tepat, maka akan digunakan istilah ketetapan dengan pertimbangan untuk membedakan dengan “besluit” (keputusan) yang sudah memiliki pengertian khusus, yaitu sebagai keputusan yang bersifat umum dan mengikat atau sebagai peraturan perundang-undangan, sebagaimana dijelaskan diatas.
Istilah beschikking sudah sangat tua dan dari segi kebahasaan digunakan dalam berbagai arti. Meskipun demikian, dalam pembahasan ini istilah beschikking hanya dibatasi dalam pengertian yuridis, khususnya HAN. Menurut H.D. van Wijk/ Willem Konijnenbelt, ketetapan merupakan keputusan pemerintahan untuk hal yang bersifat konkret dan individual (tidak ditujukan oleh umum) dan sejak dulu telah dijadikan instrument yuridis pemerintahan yang utama. Menurut P. de Haan dan kawan-kawan Ketetapan administrasi merupakan bagian dari tindakan pemerintah yang paling banyak muncul dan paling banyak dipelajari. Oleh karena itu tidak berlebihan jika F.A.M. Stronik dan J.G. Steenbeek menganggapnya sebagai konsep inti dalam hukum administrasi.
Di kalangan para sarjana terdapat perbedaan pendapat dalam mendifinisikan istilah ketetapan. Berikut ini akan disajikan beberapa definisi tentang beschikking:
a.       Ketetapan adalah pernyataan kehendak oleh organ pemerintah untuk (melaksanakan) hal khusus, ditujukan untuk menciptakan hubungan hukum baru, mengubah atau menghapus hubungan hukum yang ada.
b.      Ketetapan adalah suatu pernyataan kehendak yang disebabkan oleh surat permohonan yang diajukan, atau setidak-tidaknya keinginan atau keperluan yang dinyatakan.
c.       Secara sederhana, definisi ketetapan dapat diberikan: suatu tindakan hukum public sepihak dari organ pemerintahan yang ditujukan pada peristiwa konkrit.
d.       Ketetapan adalah keputusan hukum publik yang bersifat konkrit dan individual: keputusan itu berasal dari organ pemerintahan, yang didasarkan pada kewenangan hukum publik. Dibuat untuk satu atau lebih perkara atau keadaan. Keputusan itu memberikan suatu kewajiban pada seseorang atau organisasi, memberikan kewenangan atau hak pada mereka.
e.      Secara umum ketetapan dapat diartikan; keputusan yang berasal dari organ pemerintahan yang ditujukan untuk menimbulkan akibat hukum.
f.        Beschikking adalah keputusan tertulis dari administrasi Negara yang mempunyai akibat hukum.
g.       Beschikking adalah perbuatan hukum public bersegi satu (yang dilakukan oleh alat-alat pemerintahan berdasarkan suatu kekuasaan istimewa).
h.      Beschikking adalah suatu tindakan hukum yang bersifat setia dalam bidang pemerintahan yang dilakukan oleh suatu badan pemerintah berdasarkan wewenangyang luar biasa.

2.       Unsur-unsur Ketetapan
Sebelum menguraikan unsure-unsur ketetapan, terlebih dahulu dikemukakan pengertian ketetapan berdasarkan pasal 2 UU Administrasi Belanda (AwB) dan menurut pasal 1 angka 3 UU No. 5 Tahun 1986 tentang PTUN jo UU No. 9 tahun 2004 tentang perubahan UU No. 5 Tahun 1986 tentang PTUN yaitu sebagai berikut:
“Pernyataan kehendak tertulis secara sepihak oleh organ pemerintahan pusat, yang diberikan berdasarkan kewajiban atau kewenangan dari hukum tatanegara atau hukum administrasi, yang dimaksudkan untuk penentuan, penghapusan, atau pengakhiran hubungan hukum yang sudah ada, atau menciptakan hubungan hukum baru, yang memuat penolakan sehingga terjadi penetapan, perubahan, penghapusan atau penciptaan”.
Berdasarkan definisi ini tampak ada enam unsur keputusan yaitu sebagai berikut:
a.       Suatu pernyataan kehendak tertulis
b.      Diberikan berdasarkan kewajiban atau kewenangan dari hukum tata Negara atau hukum administrasi.
c.       Bersifat sepihak
d.      Dengan mengecualikan keputusan yang bersifat umum
e.      Yang dimaksudkan untuk penentuan, penghapusan, pengakhiran hubungan hukum yang sudah ada, atau menciptakan hkum baru, yang memuat penolakan sehingga terjadi penetapan, perubahan, penghapusan atau perubahan.
f.        Berasal dari organ pemerintahan.
Berdasarkan pasal 1 angka 3 UU No. 5 Tahun 1996, ketetapan didefinisikan sebagai, “suatu penetapan terulis yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat tatausaha Negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata”. Berdasarkan definisi ini tampak bahwa KTUN memiliki unsure-unsur antara lain:
a.       Penetapan tertulis;
b.      Dikeluarkan oleh badan/ pejabat TUN
c.       Berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
d.      Bersifat konkret, individual dan final;
e.      Menimbulkan akibat hukum
f.        Seseorang atau badan hukum perdata;
Berikut ini akan dijelaskan unsur-unsur ketetapan tersebut secara teoritisdan berdasarkan hukum positif. 

a.       Peryataan kehendak sepihak secara Tertulis
Secara teoritis, hubungan hukum publik senantiasa bersifat sepihak atau bersegi satu. Oleh karena itu, hubungan hukum publik berbeda halnya dengan hubungan hukum dalam bidang perdata yang bersifat dua pihak atau lebih karena dalam hukum perdata disamping ada kesamaan kedudukan juga ada asas otonomi yang berupa kebebasan pihak yang bersangkutan untuk mengadakan hubungan hukum atau tidak serta menentukan apa isi hubungan hukum itu. Sebagai wujud pernyataan kehendak sepihak. Pembuatan dan penerbitan ketetapan hanya berasal dari pihak penerintah, tidak tergantung pada pihak lain.
Pernyataan kehendak sepihak yang dituangkan dalam bentuk tertulis ini muncul dalam dua kemungkinan, yaitu pertama ditujukan kedalam, yang artinya ketetapan berlaku kedalam lingkungan administrasi Negara sendiri. Kedua, ditujukan keluar yang berlaku bagi Negara atau badan hukum perdata. Atas dasar pembagian ini lalu dikenal dua jenis ketetapan, yaitu ketetapan intern dan ketetapan ekstern. Ketetapan yang relavan dengan pembahasan ini hanyalah ketetapan ekstern, yang berarti ditujukan keluar dari administrasi.
Berdasarkan penjelasan pasal 1 angka 3 UU No. 5 tahun 1986, istilah “ penetapan tertulis” menunjukan kepada isi dan bukan kepada bentuk keputusan yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat TUN. Keputusan itu memang diharuskan tertulis namun yang diisyaratkan tertulis bukanlah bentuk formatnya seperti surat keputusan pengangkatan dan sebagainya. Persyaratan tertulis itu diharuskan untuk kemudahan segi pembuktian. Oleh karena itu, sebuah memo atau nota dapat memenuhi syarat tertulis tersebut dan akan  merupakan keputusan badan atau pejabat tata usaha Negara menurut UU ini apabila sudah jelas:
a.       Badan atau pejabat TUN yang mengeluarkannya
b.      Maksud serta mengenai hal apa isi tulisan tersebut
c.       Kepada siapa tulisan itu ditujukan dan apa yang ditetapkan di dalamnya.
Unsur penetapan tertulis ini tidak harus berbentuk surat keputusan formal. Adapula pengecualian dalam unsure penetapan tertulis ini, yaitu pasal 33 UU No. 5 tahun 1986 yang dikenal dengan KTUN fiktif/negative. Secara lengkap pasal 3 ini berbunyi sebagai berikut.
1.       Apabila badan atau pejabat tata usaha Negara tidak mengeluarkan keputusan, sedangkan hal itu menjadi kewajibannya. Maka hal tersebut disamakan dengan KTUN.
2.       Jika suatu badan atau pejabat Negara tidak mengeluarkan keputusan yang dimohon, sedangkan jangka waktu sebagaimana ditentukan dalam peraturan perundang-undangan dimaksud telah lewat, maka badan atau pejabat Tata Usaha Negara tersebut dianggap telah menolak mengeluarkan keputusan yang dimaksud.
3.       Dalam peraturan perundang-undangan yang bersangkutan tidak menentukan jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), maka telah lewat jangka waktu empat bulan sejak diterimanya permohonan, Badan atau pejabat tata usaha Negara yang bersangkutan dianggap telah mengeluarkan keputusan penolakan.
Dalam penjelasan pasal (2) disebutkan sebagai berikut.
“badan atau pejabat TUN yang menerima permohonan dianggap telah mengeluarkan keputusan yang berisi penolakan permohonan tersebut apabila tenggang waktu yang ditetapkan telah lewat dan badan atau pejabat TUN itu bersikap diam, tidak melayani permohonan yang diterimanya”.

b.      Dikeluarkannya oleh pemerintah
Bila ketetapan dibatasi pada ketetapan yang dikeluarkan oleh pemerintah atau tata usaha Negara, maka akan memunculkan pertanyaan siapa yang dimaksud dengan pemerintah atau tata usaha Negara. Berdasarkan pasal 1 angka 1 UU No. 5 Tahun 1986, Tata Usaha Negara adalah administrasi yang melaksanakan fungsi untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan baik dipusat maupun di daerah. Dalam penjelasannya disebutkan bahwa yang dimaksud dengan “urusan pemerintahan” ialah kegiatan yang bersifat eksekutif. Dalam kepustakaan disebutkan bahwa “kata pemerintahan itu diartikan sama dengan kekuasaan eksekutif. Artinya pemerintahan merupakan bagian dari organ dan fungsi pemerintahan, selain organ dan fungsi pembuatan UU dan peradilan”. Dengan kata lain “pemerintahan umum diartikan semua aktivitas pemerintah, yang tidak termasuk dalam pembuatan undang-undang dan peradilan”. Beragamnya lembaga atau organ pemerintahan menunjukkan bahwa pengertian badan atau pejabat TUN memiliki cakupan yang sangat luas, yang berarti luas juga pihak-pihak yang diberikan wewenag pemerintahan untuk membuat dan mengeluarkan ketetapan. 

c.       Berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku
Pembuatan dan penerbitan ketetapan harus didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku atau harus didasarkan pada wewenang pemerintahan yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan. Tanpa dasar kewenangan, pemerintah atau tata usaha Negara tidak dapat membuat  dan menerbitkan ketetapan atau ketetapan itu menjadi tidak sah. Organ pemerintahan dapat memperoleh kewenangan untuk membuat ketetapan tersebut melalui tiga cara yaitu atribusi, delegasi, dan mandat. 

d.      Bersifat konkret, individual dan final
Berdasarkan rangkaian norma, sebagaimana yang dikenal dalam ilmu hukum administrasi Negara dan hukum tata Negara, ketetapan memiliki sifat norma hukum yang individual-konkret dari rangkaian norma hukum yang bersifat umum-abstrak. Untuk menuangkan hal-hal yang bersifat umum dan abstrak ke dalam peristiwa-peristiwa konkret, maka dikeluarkanlah ketetapan-ketetapan yang akan membawa peristiwa umum itu sehingga dapat dilaksanakan.
Berdasarkan pasal 1 angka 3 UU No. 5 tahun 1986, ketetapan memiliki sifat konkret, individual dan final. Dalam penjelasannya disebutkan bahwa konkret berarti objek yang diputuskan dalm KTUN itu tidak abstrak, tetapi berwujud tertentu atau dapat ditentukan. Individual artinya KTUN itu tidak ditujukan untuk umum, tetapi tertentu baik alamat maupun hal yang dituju. Final berarti sudah definitive sehingga menimbulkan akibat hukum. Ketetapan yang masih memerlukan persetujuan instansi atasan atau instansi lain belum bersifat final sehingga belum dapat menimbulkan suatu hak ata kewajiban pada pihak yang bersangkutan. 

e.      Menimbulkan Akibat Hukum
Berdasarkan paparan mengenai tindakan hukum pemerintahan tersebut tampak bahwa ketetapan merupakan instrument yang digunakan oleh organ pemerintahan dalam bidang public dan digunakan untuk menimbulkan akibat-akibat hukum tertentu “akibat hukum yang dimaksud yang lahir dari keputusan adalah munculnya hak, kewajiban, kewenangan, atau status tertentu”. Dengan kata lain akibat hukum yang dimaksudkan adalah muncul dan lenyapnya hak dan kewajiban bagi subjek hukum tertentu segera setelah adanya ketetapan tertentu. Sebagai contoh mengenai akibat hukum yang muncul dari dikeluarkannya ketetapan dari pejabat yang berwenang. Surat ketetapan pengangkatan akan menimbulkan akibat hukum yang berupa lahirnya hak dan kewajiban bagi pegawai negeri yang sebelumnya tidak atau belum ada, sedangkan surat ketetapan pemberhentian akan menimbulkan akibat hukum berupa lenyapnya hak dan kewajiban yang telah ada. Dalam hal demikian, ketetapan jenis ini disebut ketetapan deklaratoir. 

f.        Seseorang atau Badan Hukum Perdata
Badan hukum keperdataan dalam keadaan dan alas an tertentu dapat dikualifikasikan sebagai jabatan pemerintahan khususnya ketika sedang menjalankan salah satu fungsi pemerintahan, dengan syarat-syarat yang telah disebutkan diatas. Menurut Indroharto, badan hukum adalah murni badan yang menurut pengertian hukum perdata berstatus sebagai badan hukum, seperti CV, PT, firma, yayasan, perkumpulan, persekutuan perdata dsb yang berstatus sebagai badan hukum, seperti provinsi, kabupaten, departemen, dsb, bukan pula badan hukum perdata atau lembaga hukum swasta yang sedang melaksanakan suatu tugas  pemerintahan yang statusnya dianggap sebagai badan atau jabatan TUN. 

3.Macam-macam Ketetapan
a. Ketetapan Deklaratoir dan Ketetapan Konstitutif
Ketetapan deklaratoir adalah ketetapan yang tidak mengubah hak dan kewajiban yang telah ada, tetapi sekedar menyatakan hak dan kewajiban tersebut. Ketetapan mempunyai sifat deklaratoir ketika ketetapan itu dimaksudkan untuk menetapkan mengikatnya suatu hubungan hukum atau ketetapan itu maksudnya mengakui suatu hak yang sudah ada, sedangkan ketika ketetapan itu melahirkan atau menghapuskan suatu hubungan hukum atau ketetapan itu menimbulkan suatu hak baru yang sebelumnaya tidak dipunyai oleh seseorang yang namanya tercantum dalam ketetapan itu, ia disebut dengan ketetapan yang bersifat konstitutif. 

b. Ketetapan yang menguntungkan dan yang Memberi Beban
Ketetapan yang bersifat menguntungkan artinya ketetapan itu memberikan hak-hak atau memberikan kemungkinan untuk memperoleh sesuatu yang tanpa adanya ketetapan itu tidak akan ada atau ketetapan itu memberikan keringanan beban yang ada atau yang mungkin ada. Sementara itu ketetapan yang memberi beban adalah ketetapan yang meletakkan kewajiban yang sebelumnya tidak ada atau ketetapan mengenai penolakan terhadap permohonan untuk memperoleh keringanan. 

c.Ketetapan Eenmalig dan Ketetapan Yang Permanen
Ketetapan enmalig adalah ketetapan yang hanya berlaku sekali atau ketetapan sepintas lalu, yang dalam istilah lain disebut ketetapan yang bersifat kilat seperti IMB atau izin mengadakan rapat umum, sedangkan ketetapan permanen adalah ketetapan yang memiliki masa berlakunya yang relative lama. 

d.      Ketetapan yang bebas dan Yang terikat
Ketetapan yang bersifat bebas adalah ketetapan yang berdasarkan pad kewenangan bebas atau kebebasan bebas yang dimiliki oleh pejabat TUN baik dalam bentuk kebebasan kebijaksanaan maupun kebebasan interpretasi, semetara itu, ketetapan terikat adalah ketetapan yang didasarkan pada kewenangan pemerintahan yang bersifat terikat, berarti ketetapan itu hanya melaksanakan ketentuan yang sudah ada tanpa adanya ruang kebebasan bagi pejabat yang bersangkutan.

e.      Ketetapan Positif dan Negatif
Ketetapan positif adalah ketetapan yang menimbulkan hak dan kewajiban bagi yang dikenai ketetapan, sedangkan ketetapan negatif adalah ketetapan yang tidak menimbulkan perubahan keadaan hukum yang telah ada. 

f.        Ketetapan Perorangan dan Kebendaan
Ketetapan perorangan adalah ketetapan yang diterbitkan berdasarkan kualitas pribadi orang tertentu atau ketetapan yang berkaitan dengan orang, seperti ketetapan-ketetapan tentang pengangkatan atau pemberhentian seseorang pegawai negeri atau sebagai pejabat Negara, ketetapan mengenai surat izin mengemudi, dsb.
4.       Syarat-Syarat Pembuatan Ketetapan
Pembuatan ketetapan tata usaha Negara harus memerhatikan beberapa persyaratan agar keputusan tersebut menjadi sah menurut hukum untuk dilaksanakan. Syarat-syarat yang harus diperhatikan dalam pembuatan ketetapan ini mencakup syarat material dan syarat formal.
a.       Syarat-syarat  material terdiri dari
1.       Organ pemerintahan yang membuat ketetapan harus berwenang
2.       Karena ketetapan suatu pernyataan kehendak, ketetapan tidak boleh mengandung kekurangan-kekurangan yuridis, seperti penipuan, paksaan, atau suap.
3.       Ketetapan harus berdasarkan suatu keadaan (situasi) tertentu.
4.       Ketetapan harus dilaksanakan dan tanpa melanggar peraturan-peraturan lain, serta isi dan tujuan ketetapan itu harus sesuai isi dan tujuan peraturan dasarnya.

b.      Syarat formal terdiri dari
1.       Syarat-syarat yang ditentukan berhubungan dengan persiapan dibuatnya ketetapan dan berhubungan dengan cara dibuatnya ketetapan harus dipenuhi.
2.       Ketetapan harus diberi bentuk yang telah ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar dikeluarkannya ketetapan itu.
3.       Syarat-syarat berhubungan dengan pelaksanaan ketetapan itu harus dipenuhi.
4.       Jangka waktu harus ditentukan antara timbulnya hal-hal yang menyebabkan dibuatnya dan diumumkannya ketetapan itu harus diperhatikan.


DAFTAR PUSTAKA
1.       Ridwan HR. Hukum Administrasi Negara. 2006. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta

| Free Bussines? |

3 komentar:

  1. thnx sob infonya, tapi apakah keputusan tata usaha negara dengan ketetapan tata usaha negara sama saja?

    BalasHapus
  2. Sorry Gan.. bru liat nih blog... udah lama gak dbuka..
    menurut Saya jika kita kaji lebih jauh lagi mengenai istilah ketetapan dan keputusan maka akan terdapat perbedaan yaitu:
    Apabila suatu keputusan pemerintah mengikat umum, mengikat setiap orang dalam suatu wilayah hukum atau keputusan pemerintah yang berlaku umum yang tidak diketahui identitas orangnya, maka keputusan pemerintah itu bersifat "peraturan". Sedangkan keputusan yang bersifat "ketetapan" adalah keputusan yang berlaku dan mengikat seseorang tertentu yang telah diketahui identitasnya. Jadi intinya bahwa keputusan itu ada yang bersifat peraturan, ada yang bersifat ketetapan. Ini tergantung kepada isi dari keputusan tersebut, apabila keputusan isinya mengikat umum/mengikat umum, maka keputusan itu adalah "peraturan", dan apabila hanya mengikat seseorang tertentu/individu saja, maka keputusan itu adalah "ketetapan".

    Saya lebih setuju dengan pendapatnya Djenal Hoesen dan Muchsan.
    Djenal Hoesen dan Muchsan mengatakan bahwa penggunaan istilah keputusan barangkali akan lebih tepat untuk menghindari kesimpangsiuran pengertian dengan istilah ketetapan. Menurutnya, di Indonesia istilah ketetapan sudah memiliki pengertian teknis yuridis, yaitu sebagai ketetapan MPR yang berlaku keluar dan ke dalam. Meskipun penggunaan istilah keputusan dianggap lebih tepat, maka akan digunakan istilah ketetapan dengan pertimbangan untuk membedakan dengan “besluit” (keputusan) yang sudah memiliki pengertian khusus, yaitu sebagai keputusan yang bersifat umum dan mengikat atau sebagai peraturan perundang-undangan, sebagaimana dijelaskan diatas.


    Menurut Pasal 1 Angka (3) UU No. 5 Tahun 1986 Keputusan Tata Usaha Negara: Penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berdasarkan didikirawan peraturan perundang - undangan yang berlaku yang bersifat konkret, Individual, dan final yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.

    Jadi pada kesimpulannya, terdapat perbedaan diantara kedua istilah tersebut. Tergantung pada pernyataan seperti istilah tersebut digunakan.

    maaf klo penjelasannya masih belum dipahami .. :)

    BalasHapus
  3. maaf, ada ksalahan penulisan .. yg seharusnya.
    Jadi pada kesimpulannya, terdapat perbedaan diantara kedua istilah tersebut. Tergantung pada pernyataan seperti apa istilah tersebut digunakan.

    BalasHapus