A. Menurut Hukum Islam
Prostitusi
adalah mempergunakan badan sendiri sebagai Alat Pemuas Seksual untuk orang lain
dengan mencapai keuntungan. Berbeda
dengan perzinahan yang artinya yaitu berhubungan seksual yang dilakukan atas
dasar suka ama suka.
Sumber-sumber
primer fiqh, seperti al-Qur’an
dan Hadits, dipahami tidak banyak mengungkapkan penyebutan pidana perkosaan
secara langsung. Sekalipun sebenarnya ada ayat yang
sudah mengarah pada pelarangan ‘tindak pemaksaan’ dalam persoalan seksual,
sekaligus memberikan perlindungan terhadap korban kekerasan seksual.
“Dan
janganlah kamu paksa budak-budak wanitamu untuk melakukan pelacuran, padahal
mereka sendiri menginginkan kesucian, karena kamu hendak mencari keuntungan
duniawi. Dan barangsiapa yang
memaksa mereka, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang (terhadap mereka yang
dipaksa) sesudah mereka dipaksa itu”. Al-Qur’an, An-Nisa; 24:33.
Ayat ini setidaknya
mengisyaratkan kepada dua hal; pertama upaya untuk melarang segala bentuk pemaksaan dan
eksploitasi seksual, kedua dukungan dan pendampingan terhadap korban
eksploitasi seksual agar bisa kembali menjadi aman dan percaya diri. Perzinahan dan Perkosaan
Islam, dalam berbagai ayat
al-Qur’an maupun
teks hadits melarang
perzinahan. Bahkan
keimanan orang yang
berzina itu dicabut dari dadanya. Seperti yang dinyatakan Nabi Saw dalam sebuah teks hadits, yang diriwayatkan Abdullah
bin ‘Abbas ra: “Seseorang yang
pezina, ketika ia berzina, bukanlah orang yang mu’min”. H.R. Imam Bukhari dan Muslim (lihat Ibn al-Atsir,
Jâmi’ al-Ushûl, XII/329, no. hadits: 9330).
Perzinahan adalah
perbuatan hubungan kelamin [coitus] yang dilakukan di luar perkawinan yang sah. Unsur utama dalam pidana perzinahan adalah
perbuatan jima’ di luar perkawinan. Perzinahan mungkin bisa menjadi landasan awal bagi rumusan tindak
perkosaan, tetapi perkosaan tidak identik dengan perzinahan.
Tindak
perkosaan memiliki unsur tambahan dari sekedar hubungan kelamin, yaitu pemaksaan
dan kekerasan yang
sering berakibat trauma yang
berkepanjangan bagi si korban. Tindak perkosaan pernah terjadi pada masa Nabi
Muhammad Saw, seperti yang
terungkap dalam sebuah teks hadits yang diriwayatkan Imam Turmudzi dan Abu Dawud, dari sahabat Wail
bin Hujr ra (lihat Ibn al-Atsir, Jâmi’ al-Ushûl, IV/270.
“Suatu
hari, ada seorang perempuan pada masa Nabi Saw yang keluar rumah hendak melakukan shalat di masjid. Di tengah jalan, ia dijumpai
seorang laki-laki yang
menggodanya, dan memaksanya (dibawa ke suatu tempat) untuk berhubungan intim.
Si perempuan menjerit, dan ketika selesai memperkosa, si laki-laki lari.
Kemudian lewat beberapa orang Muhajirin, ia mengarahkan: “Lelaki itu telah
memperkosa saya”. Mereka mengejar dan menangkap laki-laki tersebut yang diduga telah
memperkosanya. Ketika dihadapkan kepada perempuan tersebut, ia berkata: “Ya,
ini orangnya”. Mereka dihadapkan kepada Rasulullah Saw. Ketika hendak dihukum,
si laki-laki berkata: “Ya Rasul, saya yang melakukannya”. Rasul berkata kepada perempuan: “Pergilah,
Allah telah mengampuni kamu”. Lalu kepada laki-laki tersebut Nabi menyatakan
suatu perkataan baik (apresiatif terhadap pengakuannya) dan memerintahkan: “Rajamlah”.
Kemudian berkata: “Sesungguhnya ia telah bertaubat, yang kalau saja taubat itu dilakukan seluruh
pendudukan Madinah, niscaya akan diterima”.
Dalam
riwayat Imam Bukhari dan Malik, dari Nafi’ mawla Ibn ‘Umar ra, berkata: “Bahwa
Shafiyyah bin Abi Ubaid mengkhabarkan: “Bahwa seorang budak laki-laki berjumpa
dengan seorang budak perempuan, dan memaksanya berhubungan intim, maka Khalifah
‘Umar menghukumnya dengan cambukan, dan tidak menghukum si perempuan”. (lihat
Ibn al-Atsir, Jâmi’ al-Ushûl, IV/269, no. hadits: 1822).
Adapun
surat yang melarang untuk berbuat zina adalah:
1. Surat Al-israa
ayat 32
Artinya:
“Dan janganlah
kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan
suatu jalan yang buruk”.
Dalam
hal ini sangat tegas dinyatakan bahwa kita dilarang mendekati zina apalagi
berbuatnya, karena zina itu merupakan perbuatan yang tidak baik dan merupakan
jalan yang buruk. Dan hukuman yang setimpal buat orang yang melakukan
perzinahan
2. Surat An-Nur
ayat 2
Artinya:
“Perempuan yang
berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari
keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya
mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah,
dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh
sekumpulan dari orang-orang yang beriman”.
Setiap
orang-orang baik laki-laki yang melakukan perzinaan maka akan didera di neraka
nanti, hal ini seperti tercantum pada ayat diatas yang menjelaskan hukuman
terhadap mereka yang melakukan perzinaan. Sesungguhnya tindakan perzinaan itu
sangat tidak disukai oleh Allah SWT dan Allah SWT telah menyiapkan siksaan
tehadap mereka kelak.
3. Surat An Nissa
ayat 25
Artinya:
“Dan barang
siapa di antara kamu (orang merdeka) yang tidak cukup perbelanjaannya untuk
mengawini wanita merdeka lagi beriman, ia boleh mengawini wanita yang beriman,
dari budak-budak yang kamu miliki. Allah mengetahui keimananmu; sebahagian kamu
adalah dari sebahagian yang lain, karena itu kawinilah mereka dengan seizin
tuan mereka dan berilah maskawin mereka menurut yang patut, sedang mereka pun
wanita-wanita yang memelihara diri, bukan pezina dan bukan (pula) wanita yang
mengambil laki-laki lain sebagai piaraannya; dan apabila mereka telah menjaga
diri dengan kawin, kemudian mereka mengerjakan perbuatan yang keji (zina), maka
atas mereka separo hukuman dari hukuman wanita-wanita merdeka yang bersuami.
(Kebolehan mengawini budak) itu, adalah bagi orang-orang yang takut kepada
kesulitan menjaga diri (dari perbuatan zina) di antaramu, dan kesabaran itu
lebih baik bagimu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.
Menurut ayat
diatas telah dijelaskan bahwa Allah SWT telah memberi kemudahan terhadap mereka yang kesulitan
menjaga diri dari perbuatan zina dengan cara menikahi wanita atau lelaki. Itu
adalah cara untuk menghindari perbuatan zina.
B.Menurut Hukum Positif
Tumbuh
suburnya praktik prostitusi di kota-kota besar di Indonesia merupakan bukti
bahwa paradigma kesenangan seksual sadar atau tidak diakui keberadaannya oleh
masyarakat. Langkah kedua yang penting dipertimbangkan untuk dilakukan
pemerintah adalah liberalisasi seks komersial tersebut.
Kedua
langkah itu tidak berarti Indonesia menuju pada negara yang memberi legalisasi
pada praktik prostitusi, seperti halnya di Thailand dan Belanda, tetapi justru
untuk mengendalikan prostitusi agar tidak merebak lebih luas dan mengurangi
dampak sosial bagi masyarakat, khususnya generasi muda. Persoalannya adalah apakah
gagasan perubahan paradigma prostitusi dan liberalisasi prostitusi itu dapat
mendorong pada masalah moral dan imoralitas seksual?
Tampaknya
tidak ada pikiran gagasan pergeseran paradigma dan liberalisasi seksual ini
dapat menimbulkan konsekuensi yang merusak moral bangsa. Intinya, Indonesia
tidak perlu mengatur isu seksual dengan hukum. Mungkin yang menjadi masalah
besar bagi kita adalah adanya pikiran yang memaksakan kehendak agar prostitusi
diberantas di Indonesia. Upaya ini yang selama ini sulit dilakukan siapa pun
dan di mana pun.
Fakta lain
adalah produk yang berhubungan dengan seks dapat ditemukan di mana saja dan
bahwa sebagian besar orang dapat melihat produk tersebut. Jika hukum memandang
aktivitas ini, yang melibatkan banyak orang, sebagai ilegal, berarti hukum
ketinggalan zaman dan harus diubah dan diperbarui. Indonesia sangat mungkin
melakukan penataan terhadap prostitusi. Pemerintah dapat memberikan lisensi
bisnis kepada prostitusi dan menjamin mereka yang menjajakan seks untuk
memperoleh pemeriksaan kesehatan fisik dan nonfisik sebagaimana yang dilakukan
Pemerintah Belanda. Kewajiban pemerintah adalah memberikan pelayanan kesehatan
dan sosial kepada penjaja seks agar mereka terhindar dari konsekuensi
keterlibatan mereka dalam kegiatan seks komersial.
Dalam KUHP
perzinahan juga diatur dalam pasal 284 ayat 1
1.
Dihukum penjara selama-lamanya Sembilan bulan:
1e. a.
laki-laki yang beristri, berbuat zina, sedang diketahuinya bahwa pasal 27 KUH
per berlaku padanya.
b. perempuan
yang bersuami berbuat zina.
2e. a.
laki-laki yang turut melakukan perbuatan itu, sedang diketahuinya, bahwa
kawannya itu bersuami.
Kebijakan
pemerintah memberi pelayanan sosial seperti ini bukan hanya memproteksi hak
perempuan, tetapi mencegah munculnya masalah sosial yang disebabkan prostitusi.
Apabila demikian adanya, lalu apakah Indonesia perlu melegalkan prostitusi?
Penulis menolak tegas gagasan legalisasi prostitusi di Indonesia, tetapi yang
penulis setuju adalah bagaimana gagasan “dekriminalisasi prostitusi” dapat
diwacanakan kepada publik dan diimplementasikan dalam regulasi pemerintah.
Gagasan
dekriminalisasi dimaksud adalah memandang prostitusi sebagai suatu isu moral.
Jika dua orang dewasa mencapai kesepakatan menyangkut persetujuan mengenai
seks, kita sebaiknya tidak memandang persetujuan mereka sebagai tindak
kriminal, apa pun alasannya. Apakah kesepakatan itu melibatkan uang atau tidak.
Yang perlu dicermati prostitusi dipandang dari dimensi moral, dan pada dimensi
inilah pemerintah seharusnya melakukan kajian dan hasilnya didiseminasikan
kepada masyarakat. Dengan ini, masyarakat akan termotivasi untuk memberdayakan
norma dan nilai agama dalam mengendalikan atau menghentikan praktik prostitusi
secara sistematis melalui sebuah proses jangka panjang.
Lalu
bagaimana sebaiknya sikap dan tindakan kita terhadap prostitusi? Hingga
sekarang, belum ada seorang pun yang berhasil secara tuntas mendekriminalisasi
prostitusi dan mengeliminasi semua masalah yang berkaitan dengan prostitusi.
Namun, jika Pemerintah Indonesia hanya sebatas melarang kegiatan prostitusi
dengan undang-undang dan regulasi lainnya, hal itu justru akan mendorong
prostitusi berlangsung secara “bawah tanah”.
Pada tahap
berikutnya, prostitusi bawah tanah ini akan mendorong munculnya campur tangan
organisasi kriminal terorganisasi maupun korupsi di kalangan penegak hukum, dan
muncul masalah sosial lainnya. Sekarang sudah saatnya semua pihak, termasuk
birokrat, peneliti, akademisi, agamawan, dan praktisi, duduk bersama dan
menemukan solusi efektif untuk menyelesaikan masalah prostitusi. Kita tidak
perlu menangani isu ini dengan sikap yang terlalu emosional. Wujud dari
pergeseran paradigma dan liberalisasi seksual adalah munculnya kebijakan
nasional yang mendorong pemerintah daerah membuat konsep “pusat kesenangan seksual”
dengan cara mendirikan bangunan besar dan bertingkat di pusat bisnis di
tengah-tengah kota. Akan lebih bijaksana karena dampak sosialnya paling kecil
dibandingkan dengan membangun lokalisasi wanita tunasusila (WTS) di daerah yang
bercampur baur dengan penduduk setempat.
Bentuk
penanganannya, Dalam Convention for the Suppresion of the Traffic to Persons
and of the Prostitution of Others tahun 1949, Konvensi Penghapusan Diskriminasi
terhadap Perempuan (diratifikasi Pemerintah RI dengan Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1984) dan terakhir pada bulan Desember 1993 oleh Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB) perdagangan perempuan serta prostitusi paksa dimasukkan
sebagai bentuk kekerasan terhadap perempuan. Hal ini menunjukkan pengakuan
bersama komunitas internasional bahwa dalam prostitusi, apa pun bentuk dan
motivasi yang melandasi, seorang perempuan yang dilacurkan adalah korban. Yang
juga ironis adalah, dari berbagai pola pendekatan terhadap prostitusi, baik
upaya penghapusan, sistem regulasi, atau pelarangan, perlindungan memadai akan
hak sebagai individu dan warga negara para perempuan korban itu masih
terabaikan.
Nuansa
pelanggaran hak asasi manusia (HAM) dalam penanganan masalah prostitusi selama
ini sangat tinggi. Sejak awal rekrutmen, nuansa ekonomis, kemiskinan, dan beban
eksploitasi sangat kental dialami perempuan yang dilacurkan, yang umumnya
berasal dari keluarga miskin. Setelah terjebak di dalam dunia prostitusi pun
mereka tak memiliki banyak kesempatan untuk keluar, hanya mampu berharap suatu
saat jalan itu terbuka.
Di wilayah
DKI Jakarta misalnya, landasan kebijakan yang digunakan aparat dalam melakukan
penertiban terhadap para perempuan yang dilacurkan adalah Peraturan Daerah
(Perda) Nomor 11 Tahun 1988 tentang
Ketertiban Umum di Wilayah DKI Jakarta. Sementara, secara
substantif peraturan ini sudah bermasalah. Pada awal proses pembuatan misalnya,
masyarakat tidak dilibatkan dan tidak didengar suaranya, khususnya masukan dari
warga di sekitar lokasi prostitusi yang sebenarnya penting didengar karena
mereka jugalah yang terkena imbas praktik prostitusi dengan segala eksesnya.
Isi Perda No
11/1988 oleh banyak kalangan dipandang cenderung diskriminatif dan bias kelas,
karena yang menjadi sasaran penertiban kebanyakan mereka yang beroperasi di
jalan dengan alasan melanggar ketertiban umum. Sementara di diskotek, pub, klab
malam eksklusif, dan hotel berbintang yang terselubung, alasan penertiban
hanyalah pelanggaran jam buka tempat hiburan, dan itu pun bisa “diatur”. Di
pihak lain, dari kelompok yang memakai bendera agama, penggerebekan dilakukan
sepihak, sering tidak manusiawi, destruktif tanpa pandang bulu, bahkan
cenderung main hakim sendiri. Padahal, agama mengajarkan manusia berbuat baik,
termasuk pada perempuan yang dilacurkan, yang seharusnya justru dibimbing yang
benar.
Upaya
penghapusan lokalisasi yang marak beberapa tahun terakhir justru membuat
“kantung-kantung” prostitusi baru makin menyebar dan tak terpantau. Termasuk
risiko terkena HIV/AIDS yang sulit dikontrol karena pemeriksaan rutin pada para
perempuan yang dilacurkan di lokalisasi terhenti. Hak-hak mereka atas pelayanan
kesehatan yang memadai kian terabaikan. Apalagi jika diketahui, sebagai
pengidap AIDS atau HIV positif, kekerasan yang dialami akan semakin berlipat,
termasuk terhadap anggota keluarga korban.
Saat aparat
melakukan penertiban, sering terjadi salah tangkap karena ada asumsi bahwa
setiap perempuan yang keluar pada malam hari adalah perempuan nakal, sementara
laki-laki yang keluyuran malam hari tak pernah dipersoalkan. Nuansa bias jender
di sini terjadi selain dalam bentuk stigmatisasi, juga diskriminasi, karena
jarang laki-laki sebagai konsumen, germo atau mucikari, serta pengusaha tempat
prostitusi ditangkap dan diproses secara hukum. Kalaupun ada laki-laki yang
tertangkap, aparat hanya mendata, memberi penyuluhan, dan menyuruh pulang.
Sementara para perempuan yang terjaring, didata, diberi penyuluhan dan disuruh
membayar denda, atau dimasukkan ke panti rehabilitasi selama beberapa bulan.
Mereka juga sangat rentan pelecehan seksual oleh aparat selama proses
penertiban.
Sampai
sekarang upaya yang harus dilakukan untuk menghapus prostitusi dan perzinahan,
tetapi tetap saja ada dan tidak dapat dihilangkan, mengingat praktek prostitusi
itu telah sama tuanya dengan kehidupan manusia sendiri. sampai sekarang
kebanyakan masyarakat yang menganggap dirinya suci, bersih, dan bermoral terus
mengecam dan mencemooh para pelaku prostitusi itu dan berupaya untuk
menghilangkannya. “Upaya seperti itu adalah tidak mungkin, naif dan ‘absurd’.
Namun bukan berarti dengan begitu kita semua dapat membiarkan prostitusi terus
berlangsung di sekitar kita.
pandangan
bahwa prostitusi merupakan perilaku kotor dan tidak bermoral serta salah satu
penyakit sosial adalah fakta yang tidak dapat terbantahkan pula. “Tapi tidak
mungkin pula untuk menghapuskan prostitusi adalah juga fakta tidak
terbantahkan. Karena itu, penanganan prostitusi tidak dapat dilakukan secara
sembarangan dan tidak hanya melihat berdasarkan aspek moral semata. Prostitusi
adalah persoalan yang rumit dan terkait aspek sosial, budaya, ekonomi, politik
serta moral dan agama. upaya menanggulangi prostitusi hanya dengan pendekatan
moral dan agama adalah naif dan tidak akan menyelesaikan masalah itu.
Diibaratkan,
seperti memberi makanan kering kepada orang yang sedang kehausan. Pemerintah
bersama seluruh masyarakat disarankan untuk menggunakan pendekatan sosial,
budaya, ekonomi, politik selain moral dan agama untuk mencari penyelesaian
serta menjawab persoalan prostitusi secara komprehensif. Setidaknya, upaya itu
dapat menekan dan meminimalkan perilaku prostitusi yang berkembang dalam
masyarakat luas dengan tidak selalu menyalahkan perempuan sebagai pelaku dan
penyebab prostitusi padahal lelaki yang banyak memanfaatkannya.
nice blog
BalasHapusjos
BalasHapusCiri-ciri Vimax Asli
BalasHapusCiri-ciri Anabolic 24rx Asli
Obat Anabolic
24rx Asli
Hammer Of thor asli
Obat Forex Asli