BAB 1
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1.
A. Latar Belakang
Masalah
Pemanfaatan merek-merek
terkenal pada saat sekarang sudah mulai marak, hal tersebut tidak lain karena
menjanjikan keuntungan besar yang akan didapat apabila mempergunakan merek
terkenal dari pada menggunakan mereknya sendiri. Apalagi pada saat krisis
ekonomi yang berkepanjangan seperti saat sekarang ini, banyak produsen yang
mensiasati dengan cara mengkombinasikan barang-barang bermerek yang asli dengan
yang bajakan, karena bajakan tersebut secara fisik benar-benar mirip dengan
yang asli.
Produk-produk bermerek (luxrury good) asli tapi palsu
(aspal) seperti baju, celana, jaket dan berbagai asesoris lainnya sangat mudah
didapat dan ditemukan di kota-kota besar, peredarannyapun meluas mulai dari
kaki lima sampai pusat pertokoan bergengsi. Salah satu daya tarik dari produk
bermerek palsu memang terletak pada harganya yang sangat murah, sebagai contoh
harga satu stel dan celana merek Pierre Cardin yang asli bisa
mencapai Rp. 1,5 juta, untuk produk bajakan yang secara fisik sama bisa
diperoleh hanya dengan harga Rp. 150.000,- selain itu untuk produk celana Levi’s
seri 501 yang asli berharga Rp. 200.000,- sedangkan
di kaki lima untuk jenis yang sama bisa dibeli hanya dengan harga Rp. 45.000,-
Banyak alasan mengapa banyak industri memanfaatkan merek
merek terkenal untuk produk-produknya, salah satunya adalah agar mudah dijual,
selain itu merek tak perlu repot-repot mengurus nomor pendaftaran ke Dirjen
HaKI atau mengeluarkan uang jutaan rupiah untuk membangun citra produknya (brand
image). Mereka tidak perlu repot repot membuat divisi riset dan
pengembangan untuk dapat menghasilkan produk yang selalu up to date,
karena mereka tinggal menjiplak produk orang lain dan untuk pemasarannya
biasanya “Bandar” yang siap untuk menerima produk jiplak tersebut.
Secara ekonomi memang memanfaatkan merek terkenal
mendatangkan keuntungan yang cukup besar dan fakta dilapangan membuktikan hal
tersebut, selain itu juga didukung oleh daya beli konsumen yang pas-pasan
tetapi ingin tampil trendi. Jika dilihat dari sisi hukum hal itu sebenarnya
tidak dapat ditolelir lagi karena Negara Indonesia sudah meratifikasi Kovensi
Internasional tentang TRIPs dan WTO yang
telah diundangkan dalam “UU Nomor 7 Tahun 1994” sesuai dengan kesepakatan
internasional bahwa pada tanggal 1 Januari 2000 Indonesia sudah harus
menerapakan semua perjanjian-perjanjian yang ada dalam kerangka TRIPs
(Trade Related Aspects of Intellectual Property Right, Inculding Trade in
Counterfeit Good), penerapan semua ketentuan-ketentuan yang ada dalam
TRIPs tersebut adalah merupakan konsekuensi Negara Indonesia sebagai
anggota dari WTO (Word Trade Organization).
Tidak dapat disangkal lagi bahwa dalam dunia perdagangan
dewasa ini merek adalah merupakan salah satu wujud karya intelektual manusia
yang mempunyai peranan yang sangat menentukan karena penggunaan atau pemakaian
merek pada perusahaan, tetapi juga mngandung aspek hukum yang luas baik bagi
pemilik atau pemegang hak atas merek maupun bagi masyarakat sebagai konsumen
yang memakai atau memanfaatkan barang atau jasa dari merek tertentu.
Merek mempunyai peranan penting bagi kelancaran dan
peningkatan perdagangan barang atau jasa dalam kegiatan perdagangan dan
penanaman modal. Merek dengan bran imagenya dapat memenuhi kebutuhan konsumen
akan tanda atau daya pembeda yang teramat penting dan merupakan jaminan
kualitas dari suatu produk, sebab merek (branding) menjadi semacam
“penjual awal” bagi suatu produk kepada konsumen. Dalam era persaingan sekarang
ini memang tidak dapat lagi dibatas masuknya produk-produk dari luar negeri ke
Indonesia karena fenomena tersebut sebetulnya sudah jauh diprediksi oleh Kanichi
Ohmae yang menyatakan “bahwa pada masa mendatang dunia
tidak lagi bisa dibatasi oleh apapun juga” dan prediksi tersebut saat ini
sudah nampak kebenarannya. Merek sebagai aset perusahaan akan dapat
menghasilkan keuntungan besar bila didayagunakan dengan memperhatikan aspek
bisnis dan pengelolaan manajemen yang baik. Dengan semakin pentingnya peranan
merek maka terhadap merek perlu diletakan perlindungan hukum yakni sebagai
obyek yang terhadapnya terkait hak hak perseorangan ataupun badan hukum.
Dengan berkembangnya
dunia perdagangan yang pesat dan sejalan dengan laju pertumbuhan ekonomi di
masing-masing negara, tentunya akan memberikan dampak dibidang perdagangan
terutama karena adanya kemajuan di bidang teknologi, informasi, komunikasi dan
transportasi yang mana sebagai bidang tersebut merupakan faktor yang memicu
globalisasi Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI).
Dalam kenyataan merek terkenal biasanya didahului oleh
reputasi dan good will yang melekat pada keterkenalan tersebut. Merek yang
mempunyai “good will” yang tinggi akan mampu memberikan keuntungan yang luar
biasa bagi perusahaan, meskipun sebetulnya merek adalah sesuatu yang tidak
dapat diraba (intangible). Sebuah merek akan menjelma menjadi aset
capital semata-mata hanya berdasarkan pada good will, oleh karena itu menurut Lendsford
menyebutkan bahwa perusahaan yang telah memiliki reputasi merek yang tinggi (higher
reputation) akan memilik aset kekayaan yang luar biasa hanya berdasarkan
pada good will dari merek tersebut.
Produk atau jasa yang bermerek saling lebih dahulu
diiklankan dan dijual, walaupun produk atau jasa tersebut secara fisik belum
tersedia di pasaran Negara tertentu. Media penyebaran dan periklanan modern
menjadi semakin tidak di batasi oleh batas-batas nasional mengingat canggihnya
komunikasi teknologi dan frekuensi orang bepergian atau mengadakan perjalanan
melintas dunia. pemilik produk atau jasa yang bermerek banyak memanfatkan
berbagai event-event yang banyak di tonton orang untuk memasarkan merek mereka
sehingga orang yang melihat merasa tertarik untuk membeli produk atau
meggunakan jasa dari suatu merek yang diiklankan tersebut.
Ditinjau dari aspek hukum masalah merek menjadi sangat
penting, sehubungan dengan persoalan perlu adanya perlindungan hukum dan
kepastian hukum bagi pemilik atau pemegang merek dan perlindungan hukum
terhadap masyarakat sebagai konsumen atas suatu barang atau jasa yang memakai
suatu merek agar tidak terkecoh oleh merek-merek lain, tidak dapat dipungkiri
lagi bahwa masalah penggunaan merek terkenal oleh pihak yang tidak berhak,
masih banyak terjadi di Indonesia dan kenyataan tersebut benar-benar disadari
oleh pemerintah, tetapi dalam praktek banyak sekali kendala-kendala sebagaimana
dikatakan oleh A Zen Umar Purba (mantan Dirjen HaKI) bahwa Law
Enforcement yang lemah. Memang tidak dapat selamanya dijadikan alasan tetapi
yang perlu diperhatikan adalah mengapa hal itu bisa terjadi ?. Hal itu tidak
dapat dilepaskan dari sisi historis masyarakat Indonesia yang sejak dahulu
adalah masyarakat agraris, sehingga terbiasa segala sesuatunya dikerjakan dan
dianggap sebagai milik bersama, bahkan ada anggapan dari para pengusaha home industri
bahwa merek adalah mempunyai fungsi sosial. Pada satu sisi keadaan tersebut
berdampak positif tetapi pada sisi lain justru yang anggapan demikian itu
menyebabakan masyarakat kita sering berpikir kurang ekonomis dan kurang
inofatif.
Sebagaimana diketahui bahwa dalam dunia usaha tujuan utama
adalah untuk mencari keuntungan, maka banyak sekali industri yang kurang
memahami arti penting hubungan antara pengusaha, konsumen dan masyarakat akan
berperilaku “profit oriented” semata tanpa memperhatikan aspek-aspek yang lain
tetapi lebih mementingkan kepentingan sendiri tanpa menghiraukan kepentingan
pihak-pihak yang lain dan yang lebih mendorong mereka untuk melakukan hal
tersebut adalah tersedianya konsumen yang menggunakan produk mereka.
Pengusaha yang melihat hal itu sebagai salah satu peluang
bisnis maka akan berusaha memperoleh keuntungan melalui jalan pintas yang tidak
layak dengan cara membuat atau memasarkan barang atau produk dengan memalsukan
atau meniru merek-merek terkenal dan bagi konsumen adalah suatu gengsi
tersendiri bila menggunakan merek terkenal tersebut.
Faktor gengsi semu dari konsumen yang merasa bangga
menggunakan merek terkenal terutama produk dari luar negeri (label minded) juga
sangat mempengaruhi dan sekaligus menguntungkan pemalsuan merek, karena
mendapatkan kesempatan untuk memuaskan hasrat mesyarakat melalui merek-merek
asli tapi palsu (aspal) atau merek yang mirip dengan merek terkenal, dengan
menghasilkan produk yang kerapkali sengaja disesuaikan dengan kemampuan kantong
kosong konsumen yang ingin mengenakan merek terkenal tetapi tidak mempunyai
kemampuan untuk membelinya sehingga mereka membeli merek-merek asli tapi palsu
asalkan tetap bisa gengsi.
Pemakaian merek terkenal atau pemakaian merek yang mirip
dengan merek terkenal milik orang lain secara tidak berhak dapat menyesatkan
konsumen terhadap asal-usul, dan atau kualitas barang. Pemakaian merek terkenal
secara tidak sah dikualifikasi sebagai pemakaian merek yang beritikad tidak
baik.
Penggunaan produk dengan merek-merek tertentu disamping good
will yang dimiliki oleh mereknya sendiri selain itu juga sifat fanatik dari
konsumen terhadap merek tersebut yang dianggap mempunyai kelebihan atau
keunggulan dari merek yang lain. Sifat fanatik yang dimiliki oleh konsumen
tidak semata-mata untuk memenuhi kebutuhan saja, tetapi ada juga mengutamakan
prestise dan memberikan kesan tersendiri dari pemakainya sehingga dengan
memakai persepsi mereka adalah suatu “simbol” yang akan menimbulkan gaya hidup
baru (life style).
Adanya perbedaan persepsi didalam masyarakat mengenai merek
menimbulkan berbagai penafsiran, tetapi meskipun begitu berarti bahwa tindakan
orang-orang yang memproduksi suatu barang dengan mendompleng ketenaran milik
orang lain tidak bisa dibenarkan begitu saja, karena dengan membiarkan tindakan
yang tidak bertanggung jawab maka secara tidak langsung menghasilkan dan
membenarkan seseorang untuk menipu dan memperkaya diri secara tidak jujur.
Tindakan mempergunakan merek terkenal milik orang lain,
secara keseluruhan tidak hanya merugikan pemilik atau pemegang merek itu
sendiri dan juga para konsumen tetapi dampak yang lebih luas adalah merugikan
perekonomian nasional dan yang lebih luas lagi juga merugikan hubungan
perekonomian internasional.
Untuk menghindari praktek-praktek yang tidak jujur dan
memberikan perlindungan hukum kepada pemilik atau pemegang merek serta konsumen
maka Negara mengatur perlindungan merek dalam suatu hukum merek dan selalu
disesuaikan dengan perkembangan perkembangan yang terjadi di dunia perdagangan
internasional yang tujuannya adalah mengakomodasikan semua
kepentingan-kepentingan yang ada guna menciptakan suatu perlindungan hukum.
Pada tahun 1961 Indonesia mempunyai Undang-undang baru
mengenai merek perusahaan dan perniagaan LN. No. 290 Tahun 1961. Undang-Undang
tersebut disusun secara sederhana hanya berjumlah 24 pasal dan tidak
mencantumkan sanksi pidana terhadap pelanggaran merek. Selain itu, asal
undang-undang merek tersebut sama dengan undang-undang merek sebelumnya yang
ditetapkan oleh Belanda, hal tersebut tidak terlepas dari kondisi perekonomian
dan politik pada saat itu yang masih memprihatinkan. Seiring dengan
perkembangan perdagangan dan industri serta sejalan dengan terbukanya sistem
ekonomi yang dianut Indonesia pada saat itu maka sangketa-sangketa merek mulai
muncul.
Dengan pesatnya perkembangan dunia perdagangan banyak
sengketa-sengketa merek pada saat itu terutama antara pemilik merek terkenal
dengan pengusaha lokal, hal tersebut disebabkan karena :
1. Terbukanya
sistem ekonomi nasional, sehingga pengusaha nasional dapat mengetahui dan
memanfaatkan merek-merek terkenal untuk digunakan dan didaftar lebih dulu di
Indonesia demi kepentingan usahanya.
2.
Pemilik
merek terkenal belum atau tidak mendaftarkan dan menggunakan mereknya di
Indonesia.
Banyaknya sengketa merek sampai pada dekade 80-an, maka pada
tahun 1987 pemerintah menetapkan Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia
No. M.01-HC.01.01 Tahun 1987 tentang “Penolakan Permohonan Pendaftaran
Merek yang mempunyai Persamaan dengan Merek Terkenal Orang lain”. Dengan
adanya ketentuan tersebut maka banyak sekali pemilik merek terkenal yang
mengajukan gugatan pembatalan mereknya dan banyak pula perpanjangan merek yang
ditolak oleh kantor merek dikarenakan mempergunakan merek orang lain. Keputusan
tersebut kemudian direvisi dengan Keputusan Menteri Kehakiman No. M.03-HC.02.01
untuk lebih memberikan perlindungan terhadap pemilik merek-merek terkenal.
Selama masa berlakunya UU No. 21 Tahun 1961, banyak sekali
perkembangan dan perubahan yang terjadi dalam dunia perdagangan, dimana norma
dan tatanan dagang telah berkembang dan berubah dengan cepat, hal tersebut
menyebabkan konsepsi yang tertuang dalam Undang-undang merek Tahun 1961 sudah
sangat tertinggal jauh sekali. Untuk mengantisipasi perkembangan tersebut maka
pemerintah pada waktu itu mengeluarkan UU No. 19 Tahun1992 tentang merek (LN.
No.81 Tahun 1992) sebagai pengganti UU No.21 tahun 1961.
Sebagai Negara penandatangan persetujuan umum tentang tarif
dan perdagangan (General Agrement On Tarif and Trade) dalam putaran
Uruguay (Uruguay Round), Indonesia telah meratifikasi paket
persetujuan tersebut dengan UU No. 7 Tahun 1994 tentang Ratifikasi Persetujuan
Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia (Agrement Establishing The World
Trade Orgnization). Sejalan dengan itu maka pemerintah membuat kebijakan
baru dengan melakukan perubahan dan penyempurnaan UU No. 19 Tahun 1992 dengan
UU No. 14 Tahun 1997 dan diubah dan disempurnakan lagi dengan undang undang No.
15 Tahun 2001. Tujuan dari penyempurnaan tersebut tidak lain adalah
mengakomodasikan ketentuan-ketentuan yang sudah menjadi komitmen internasional
mengenal Hak atas Kekayaan Intelektual.
Perubahan atau penyempuarnaan itu pada dasarnya diarahkan
untuk menyesuaikan dengan Konvensi Paris (Paris Convention For The
Protection Of Industriale Property) pada tahun 1883, selain itu juga
disesuaikan dengan ketentuan-ketentuan yang ada dalam persetujuan TRIPs (Trade
Releated Aspects Of Intelectual Property Right Including Trade In Counterfeit
Goods) atau aspek-aspek dagang yang terkait dengan hak atas kekayaan
Intelektual.
Dalam Undang-undang merek No.15 Tahun 2001 ada perubahan
sistem yaitu dari sistem deklaratif (First to use system), menjadi
sistem konstitutif (Fist to file frinciple). Selain itu dalam undang-undang
tersebut juga memberikan perlindungan terhadap merek-merek terkenal. Meskipun
telah diatur dalam berbagai peraturan yang tujuannya adalah untuk memberikan
perlindungan, tetapi dalam kenyataannya masih banyak juga pihak-pihak yang
tidak bertanggung jawab dan beritikad tidak baik menggunakan merek terkenal
milik orang lain yang tujuannya adalah untuk mendapatkan keuntungan. Dalam
hal tersebut maka pihak yang tidak kalah penting untuk diperhatikan adalah
konsumen, oleh karena itu untuk lebih memberikan perlindungan kepada konsumen
telah di undangkan UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang tentu
saja tujuannya untuk kesejahteraan rakyat (konsumen) dan untuk menjamin iklim
perdagangan yang jujur dan fair maka telah pula diundangkan UU No.5 Tahun 1999
tentang Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, tetapi dalam
undang-undang tersebut masalah perjanjian yang berkaitan dengan Hak atas
Kekayaan Intelektual seperti Merek dikecualikan, karena merek adalah hak
Eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada pemegangnya.
1.
B. Identifikasi
Masalah
Dari hal-hal yang telah diuraikan dalam latar belakang
tersebut dapat dilihat bahwa banyak sekali permasalahan disekitar hak atas
kekayaan intelektual khususnya mengenai merek, walaupun telah ada undang-undang
yang mengatur tetapi dalam kenyataannya masih juga terjadi
penyimpangan-penyimpangan, padahal dengan adanya hukum diharapkan terciptanya
suatu kepastian dan keadilan bagi semuanya.
Berdasarkan uraian diatas maka peneliti melakuan
identifikasi masalah sebagai berikut :
1.
Bagaimana
perlindungan terhadap merek terkenal ?
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.
Tinjauan Umum Tentang Merek
Terkenal
Suatu merek bagi produsen barang atau jasa sangat penting, karena
berfungsi untuk membedakan antara barang atau jasa satu dengan yang lainnya
serta berfungsi sebagai tanda untuk membedakan asal-usul, citra reputasi maupun
bonafiditas diantara perusahaan yang satu dengan yang lainnya yang sejenis.
Bagi konsumen dengan makin beragamnya barang dan jasa yang berada dipasaran
melalui merek dapat diketahui kualitas dan asal-usul dari barang tersebut.
Dalam kamus
bahasa Indonesia Merek diartikan sebagai tanda yang dikenalkan oleh pengusaha
(pabrik, produsen, dsb) pada barang barang yang dihasilkan sebagai tanda
pengenal atau cap (tanda) yang menjadi pengenal untuk menyatakan nama dan
sebagainya.
Secara yuridis
pengertian merek tercantum dalam pasal 1 ayat (1) UU No. 15 tahun 2001 yang
berbunyi :
“Merek adalah tanda yang berupa gambar,
nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari
unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan
perdagangan barang dan jasa”.
Dalam dunia
perdagangan terdapat perbedaan tingkat derajat sentuhan kemashuran yang dimiliki
oleh merek, tingkatan merek tersebut dimulai dari merek biasa atau “normal mark” kemudian merek
terkenal atau “well-known mark” dan
yang tertinggi ialah merek termashur atau “famous mark”.
Merek tidak hanya
berfungsi sebagai tanda pengenal tetapi harus juga dapat berfungsi sebagai
tanda pembeda yang jelas. Agar suatu lambang yang mungkin berbentuk lukisan
atau gambar dan sebagainya bisa dibedakan dengan tanda atau lambang yang
dipakai oleh orang lain, maka lambang tersebut harus mempunyai ciri khusus yang
dilekatkan pada suatu benda atau barang yang merupakan media sehingga
melahirkan suatu tanda tadi menjadi merek. Supaya produk atau jasa yang
dibubuhi lambang tertentu bisa berkembang menjadi merek yang melambangkan
simbol dan mitos maka barang yang bersangkutan harus dikenal secara umum baik
pada suatu negara tertentu maupun dikenal secara intenasional.
Tujuan dari
penggunaan merek adalah untuk memperlancar kegiatan perdagangan barang atau
jasa yang sangat diperlukan dalam pelaksanaan pembangunan, maka dari
perlindungan merek pada dasarnya tidak hanya untuk kepentingan pemilik merek
saja akan tetapi juga untuk kepentingan masyarakat luas sebagai konsumen.
Masalah
perlindungan merek terkenal merupakan topik yang tidak hanya terjadi di
Indonesia tetapi juga menjadi masalah di negara-negara lain. Merek terkenal
memang menimbulkan magnet tersendiri bagi para pengusaha besar, menengah atau
pengusaha kecil, hal itu tidak terlepas dari faktor profil (keuntungan) yang
akan mereka dapatkan dengan menggunakan merek terkenal dari pada mereka
menggunakan mereknya sendiri.
Merek terkenal,
oleh banyak penulis diibaratkan sebagai golongan VIP (Very Important Person), karena
menjadi idaman dan pilihan utama bagi semua lapisan konsumen. Merek tersebut
menjadi simbol yang memiliki reputasi tinggi (higher reputasion) dan ikatan mitos (myticalcontext) pada segala
lapisan konsumen.
Semakin meningkat
peranan merek dalam dunia usaha maka penggunaan merek terkenal meningkat pula,
karena masing-masing negara-negara menerapkan kriteria yang berbeda dan
bertentangan dalam menentukan apa yang disebut dengan merek terkenal. Pemilik
merek terkenal berhadapan dengan kebutuhan untuk melindungi merek merek yang
mereka miliki secara global, oleh karena itu perlindungan terhadap merek terkenal
secara khusus dan perlindungan terhadap Hak atas Kekayaan Intelektual secara
umum menjadi faktor yang paling penting dalam hubungan perdagangan antar
Negara.
Perlindungan
merek terkenal diberlakukan baik terhadap barang atau jasa sejenis maupun yang
tidak sejenis. Perlindungan bagi merek yang terkenal ini meliputi semua jenis
barang dan jasa, sehingga peniruan merek terkenal milik orang lain pada
dasarnya dilandasi oleh “itikad tidak baik” dengan tujuan untuk memperoleh
keuntungan dengan membonceng keterkenalan suatu merek orang lain sehingga tidak
selayaknya mendapatkan perlindungan hukum. Dari hal tersebut bisa diketahui
bahwa perlindungan terhadap merek terkenal dapat dilakukan dengan berbagai cara
yaitu melalui inisiatif pemilik merek dan dapat juga dilakukan oleh
kantor merek yaitu dengan menolak permintaan pendaftaran merek yang sama atau
mirip dengan merek terkenal.
Ada beberapa hal
yang patut diperhatikan yaitu :
1.
Tidak mengatur definisi dan kriteria merek
terkenal.
2. Penolakan atau
pembatalan merek, atau larangan penggunaan merek yang merupakan reproduksi,
tiruan atau terjemahan yang dapat menyesatkan atas suatu barang atau jasa yang
sama atau serupa apabila perundang-undangan negara tersebut mengatur atau
permintaan suatu pihak yang berkepentingan.
3.
Gugatan pembatalan dapat diajukan
sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun dari pendaftaran, namun tidak ada jangka
waktu apabila pendaftaran itu dilakukan dengan itikad tidak baik.
Pengakuan dan
perlindungan merek terkenal berbeda dari suatu negara denga negara lainnya dan
sampai saat ini belum terdapat keseragaman mengenai definisi mengenai merek
terkenal, oleh karena itu Negara turut serta dalan persetujuan TRIPs Agreement berhak mengatur
perlindungan merek terkenal dinegaranya sendiri.
Terhadap
perlindungan merek terkenal dalam UU No. 15 Tahun 2001 tentang perubahan atas
Undang-Undang No. 14 Tahun 1997 tentang merek diatur dalam pasal 6 ayat 1 (b),
ayat 2 ayat 3 (a) yang berbunyi :
Pasal 6 :
1) Permohonan
harus ditolak oleh Direktorat Jenderal apabila merek tersebut:
2.
Mempunyai persamaan pada pokoknya
atau keseluruhannya dengan Merek yang sudah terkenal milik pihak lain untuk
barang dan atau jasa sejenisnya.
2) Ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf (b) dapat pula diberlakukan terhadap
barang dan atau jasa yang tidak sejenis sepanjang memenuhi persyaratan tertentu
yang akan ditetapkan lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
3) Permohonan
juga harus ditolak oleh Direktur Jenderel apabila Merek tersebut:
a. Merupakan atau
menyerupai nama orang terkenal, foto, atau nama badan hukum yang dimiliki orang
lain, kecuali atas persetujuan tertulis dari yang berhak.
Kemudian
penjelasan pasal tersebut di atas menyatakan :
Pasal 6 ayat (1)
Huruf b :
Penolakan
permohonan yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhan dengan merek
terkenal untuk barang dan atau jasa yang sejenis dilakukan dengan memperhatikan
pengetahuan umum masyarakat mengenai Merek tersebut di bidang usaha yang
bersangkutan. Disamping itu, diperhatikan pula reputasi Merek terkenal yang
diperoleh karena promosi yang gencar dan besar besaran, investasi di beberapa
Negara di dunia yang dilakukan oleh pemiliknya, dan disertai bukti pendaftaran
Merek tersebut di beberapa Negara. Apabila hal-hal di atas belum dianggap
cukup, Pengadilan Niaga dapat memerintahkan lembaga yang bersifat mandiri untuk
melakukan survey guna memperoleh kesimpulan mengenai terkenal atau tidaknya
Merek yang menjadi dasar penolakan.
Pasal 6 Ayat (2)
:
Cukup jelas
Pasal 6 Ayat (3)
Huruf a :
Yang dimaksud
dengan nama badan hukum adalah nama badan hukum yang digunakan sebagai Merek
dan terdaftar dalam daftar Umum Merek.
Dari ketentuan
diatas dapat ditentukan kriteria-kriteria yang dapat digunakan untuk menentukan
keterkenalan suatu merek terkenal yaitu :
2.
Pengetahuan masyarakat yang
relevan terhadap merek.
3.
Pengetahuan masyarakat terhadap
promosi merek.
4.
Didaftar oleh pemiliknya
diberbagai negara.
Selain
perlindungan yang telah diatur dalam pasal 6 ayat 1 (b), ayat 2 dan ayat 3 (a)
UU No. 15 Tahun 2001, sebetulnya bagi siapa saja yang dengan sengaja
mempergunakan merek milik orang lain dapat dikategorikan telah melakukan
sesuatu kejahatan dan diancam dengan pidana penjara maupun denda sebagaimana
diatur dalam pasal 90, 91, 92, 93, dan 94 Undang undang No. 15 Tahun 2001.
Persoalan
perlindungan hukum terhadap pemilik merek terkenal tidak hanya dapat dipandang
dari aspek hukum saja, akan tetapi perlu pula dipandang dari aspek lain seperti
aspek ekonomi, aspek sosial dan aspek budaya yang terdapat pada masyarakat itu.
Dipandang dari
aspek ekonomi dan sosial banyak pengusaha lokal khususnya kalangan home
industri yang memanfaatkan merek terkenal untuk dijadikan merek pada produknya
dikarenakan :
Kemampuan bersaing
antara pemilik merek terkenal dengan beberapa pengusaha lokal (home industri)
atau mereka anggap melakukan pelanggaran terhadap pemiliknya merek terkenal
(asing) terjadi karena terdapat beberapa faktor-faktor yang tidak seimbang.
Ketidak seimbangan karena kemampuan modal dan sumber daya manusia yang meliputi
pula kemampuan untuk melakukan promosi, pemasaran serta persaingan yang jujur.
Hubungan kerjasama
yang tidak seimbang antara pemilik merek terkenal dengan pengusaha lokal dan
sebaliknya. Misalnya perjanjian keagenan, distribusi, lisensi dan sebagainya
sehingga terjadi pemanfaatan merek terkenal oleh segelintir pengusaha lokal.
Sikap
masyarakat yang kerapkali memilih jalan pintas dalam memenangkan persaingan,
menunggangi hak-hak pihak lain atau ketika memilih produk-produk asing yang
disukainya. Rasa tidak percaya diri terhadap produk dalam negeri juga menjadi
salah satu alasan kenapa mereka memilih merek terkenal walaupun itu merek asli
tapi palsu (aspal).
Dampak dari
globalisasi yang ditandai dengan makin banyaknya merek produk luar negeri dan
merek terkenal menimbulkan permasalahan dalam praktek, disatu sisi terdapat
pihak-pihak yang mengambil kesempatan ikut mendaftarkan merek-merek terkenal
dengan tujuan “Dagang Merek”
yang sudah pasti perbuatan itu dilakukan dengan itikad tidak baik. Untuk
mengatasi hal itu sudah ada aturan yang jelas yaitu dalam UU No. 15 Tahun 2001
khususnya pasal 4 telah memperjelas maksud dan konsepsi yaitu merek tidak dapat didaftarkan atas dasar
permohonan yang diajukan oleh pemohon yang beritikad tidak baik.
Pemilik merek
terkenal walaupun tidak terdaftar, dalam mengajukan gugatan untuk pembatalan
pendaftaran merek, yaitu dengan terlebih dahulu harus mengajukan permohonan
pendaftaran merek kepada kantor Direktorat Jenderal (pasal 68 ayat 2).
Pengecualian itu diberikan kepada merek terkenal dengan maksud untuk :
1. Memberikan
perlidungan secara terbatas kepada pemilik merek terkenal yang tidak terdaftar.
2. Mendorong
pemilik merek terkenal yang tidak terdaftar untuk mendaftarkan mereknya.
Perlindungan
terhadap merek terkenal dapat kita lihat dari yurisprudensi Mahkamah Agung
seperti dalam kasus merek GIORDANO antara Giordano Ltd. melawan Woe Budi
Hermanto No. 426 PK / Pdt / 1994, tertanggal 3 November 1995, dari keputusan
Mahkamah Agung terdapat perkara tersebut mengandung beberapa prinsip-prinsip
sebagi berikut :
1.
Seseorang berkewajiban untuk
menegakan prinsip dan iklim perdagangan bebas dan persaingan bebas. Kondisi dan
iklim yang sehat dalam perdagangan hanya dapat tercapai manakala semua bangsa
menghormati pemilik atau pemegang hak, baik pada pasar domestik maupun pada
pasar internasional terlepas dari mana barang itu berasal. Oleh sebab itu siapa
saja dilarang untuk melakukan persaingan curang (Unifair Competition) dengan melakukan upaya apa saja
(tiruan, reproduksi, terjemahan) terhadap merek orang lain yang dapat
mengelabui masyarakat.
2.
Semua tindakan mengelabui dan
mengembangkan terhadap sebuah merek yang pada akhirnya akan membahayakan dan
merugikan baik untuk pemilik, untuk pemegang hak dan masyarakat (konsumen)
haruslah dianggap dan dikualifikasikan sebagai pelanggaran dengan sengaja dan
perbuatan memperkaya diri sendiri secara tidak sehat (Unjust Enrichment)
3.
Sebuah merek menunjukan adanya
good will yang mengandung nilai nilai moral, material dan komersial. Dengan
demikian good will yang melekat pada merek adalah suatu kebendaan yang
menerbitkan akibat-akibat sebagai berikut :
- Setiap merek
harus diakui sebagai bentuk kebendaan yang harus dilindungi oleh masyarakat dan
penguasa.
- Setiap pemegang
hak mempunyai hak yang eksklusif dan berhak untuk menikmati haknya tersebut.
Perlindungan
hukum dalam bidang merek dapat pula memberikan manfaat lain yaitu mendorong
alih teknologi dari negara maju, menyediakan informasi produk serta
perlindungan kepada para konsumen, karena secara tradisional merek dilihat
sebagai alat bagi produsen untuk menciptakan brandl oyaly diantara para konsumen. Hal ini penting bagi
keberadaan dan pengembangan perusahaan industri.
Konsumen yang
dimaksud disini adalah konsumen akhir. Secara harfiah konsumen berarti setiap
orang yang menggunakan barang atau jasa. Dilihat dari tujuan penggunaan barang
atau jasa maka konsumen dapat dibedakan menjadai 2 macam yaitu :
1.
Konsumen yang menggunakan barang
atau jasa sebagai bahan baku pembuat barang lain dengan maksud untuk
diperdagangkan (capital goods).
2.
Konsumen yang mengguankan barang
atau jasa dengan maksud memenuhi kebutuhan hidup dirinya sendiri, keluarga atau
rumah tangganya (consumen goods)
BAB III
PEMBAHASAN
3.
Perlindungan Terhadap Merek Terkenal
|
Terima kasih infonya gan.
BalasHapusLumayan buat nambah wawasan.
Gema Parfum
Pierre Cardin Parfum.
----------