1. Pengertian Ketetapan
Ketetapan
tata usaha Negara pertama kali diperkenalkan oleh seorang sarjana jerman, Otto
Meyer, dengan istilah verwaltungsakt.
Istilah ini diperkenalkan di negeri belanda dengan nama beschikking. Oleh van Vollenhoven dan C.W. van der Pot, yang oleh
beberapa penulis, seperti A.M. Donner, H.D. van Wijk/Willemkonijnenbelt, dan
lain-lain dianggap sebagai “de vader van
het modern beschikkingsbegrip”, (Bapak dari konsep beschikking yang modern).
Di
Indonesia istilah beschikking
diperkenalkan pertama kali oleh WF. Prins. Ada yang menerjemahkan istilah beschikking ini dengan “ketetapan”,
seperti E.Utrecht, Bagir Manan, Sjachran Basah, Indroharto, dan lain-lain.
Dengan “keputusan” seperti WF.Prins, Philipus M. Hadjon, SF. Marbun, dan
lain-lain. Djenal Hoesen dan Muchsan mengatakan bahwa penggunaan istilah
keputusan barangkali akan lebih tepat untuk menghindari kesimpangsiuran
pengertian dengan istilah ketetapan. Menurutnya, di Indonesia istilah ketetapan
sudah memiliki pengertian teknis yuridis, yaitu sebagai ketetapan MPR yang
berlaku keluar dan ke dalam. Meskipun penggunaan istilah keputusan dianggap lebih
tepat, maka akan digunakan istilah ketetapan dengan pertimbangan untuk
membedakan dengan “besluit” (keputusan) yang sudah memiliki pengertian khusus,
yaitu sebagai keputusan yang bersifat umum dan mengikat atau sebagai peraturan
perundang-undangan, sebagaimana dijelaskan diatas.
Istilah
beschikking sudah sangat tua dan dari
segi kebahasaan digunakan dalam berbagai arti. Meskipun demikian, dalam
pembahasan ini istilah beschikking hanya dibatasi dalam pengertian yuridis,
khususnya HAN. Menurut H.D. van Wijk/ Willem Konijnenbelt, ketetapan merupakan
keputusan pemerintahan untuk hal yang bersifat konkret dan individual (tidak
ditujukan oleh umum) dan sejak dulu telah dijadikan instrument yuridis pemerintahan
yang utama. Menurut P. de Haan dan kawan-kawan Ketetapan administrasi merupakan
bagian dari tindakan pemerintah yang paling banyak muncul dan paling banyak
dipelajari. Oleh karena itu tidak berlebihan jika F.A.M. Stronik dan J.G.
Steenbeek menganggapnya sebagai konsep inti dalam hukum administrasi.
Di
kalangan para sarjana terdapat perbedaan pendapat dalam mendifinisikan istilah
ketetapan. Berikut ini akan disajikan beberapa definisi tentang beschikking:
a.
Ketetapan adalah pernyataan kehendak oleh organ
pemerintah untuk (melaksanakan) hal khusus, ditujukan untuk menciptakan
hubungan hukum baru, mengubah atau menghapus hubungan hukum yang ada.
b.
Ketetapan adalah suatu pernyataan kehendak yang
disebabkan oleh surat permohonan yang diajukan, atau setidak-tidaknya keinginan
atau keperluan yang dinyatakan.
c.
Secara sederhana, definisi ketetapan dapat
diberikan: suatu tindakan hukum public sepihak dari organ pemerintahan yang
ditujukan pada peristiwa konkrit.
d.
Ketetapan
adalah keputusan hukum publik yang bersifat konkrit dan individual: keputusan
itu berasal dari organ pemerintahan, yang didasarkan pada kewenangan hukum
publik. Dibuat untuk satu atau lebih perkara atau keadaan. Keputusan itu
memberikan suatu kewajiban pada seseorang atau organisasi, memberikan
kewenangan atau hak pada mereka.
e.
Secara umum ketetapan dapat diartikan; keputusan
yang berasal dari organ pemerintahan yang ditujukan untuk menimbulkan akibat
hukum.
f.
Beschikking
adalah keputusan tertulis dari administrasi Negara yang mempunyai akibat
hukum.
g.
Beschikking
adalah perbuatan hukum public bersegi satu (yang dilakukan oleh alat-alat
pemerintahan berdasarkan suatu kekuasaan istimewa).
h.
Beschikking
adalah suatu tindakan hukum yang bersifat setia dalam bidang pemerintahan
yang dilakukan oleh suatu badan pemerintah berdasarkan wewenangyang luar biasa.
2. Unsur-unsur Ketetapan
Sebelum
menguraikan unsure-unsur ketetapan, terlebih dahulu dikemukakan pengertian
ketetapan berdasarkan pasal 2 UU Administrasi Belanda (AwB) dan menurut pasal 1
angka 3 UU No. 5 Tahun 1986 tentang PTUN jo UU No. 9 tahun 2004 tentang
perubahan UU No. 5 Tahun 1986 tentang PTUN yaitu sebagai berikut:
“Pernyataan
kehendak tertulis secara sepihak oleh organ pemerintahan pusat, yang diberikan
berdasarkan kewajiban atau kewenangan dari hukum tatanegara atau hukum
administrasi, yang dimaksudkan untuk penentuan, penghapusan, atau pengakhiran
hubungan hukum yang sudah ada, atau menciptakan hubungan hukum baru, yang
memuat penolakan sehingga terjadi penetapan, perubahan, penghapusan atau
penciptaan”.
Berdasarkan
definisi ini tampak ada enam unsur keputusan yaitu sebagai berikut:
a.
Suatu pernyataan kehendak tertulis
b.
Diberikan berdasarkan kewajiban atau kewenangan
dari hukum tata Negara atau hukum administrasi.
c.
Bersifat sepihak
d.
Dengan mengecualikan keputusan yang bersifat
umum
e.
Yang dimaksudkan untuk penentuan, penghapusan,
pengakhiran hubungan hukum yang sudah ada, atau menciptakan hkum baru, yang
memuat penolakan sehingga terjadi penetapan, perubahan, penghapusan atau
perubahan.
f.
Berasal dari organ pemerintahan.
Berdasarkan
pasal 1 angka 3 UU No. 5 Tahun 1996, ketetapan didefinisikan sebagai, “suatu
penetapan terulis yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat tatausaha Negara
yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat
konkret, individual dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang
atau badan hukum perdata”. Berdasarkan definisi ini tampak bahwa KTUN memiliki
unsure-unsur antara lain:
a.
Penetapan tertulis;
b.
Dikeluarkan oleh badan/ pejabat TUN
c.
Berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku;
d.
Bersifat konkret, individual dan final;
e.
Menimbulkan akibat hukum
f.
Seseorang atau badan hukum perdata;
Berikut ini akan
dijelaskan unsur-unsur ketetapan tersebut secara teoritisdan berdasarkan hukum
positif.
a. Peryataan kehendak sepihak secara Tertulis
Secara
teoritis, hubungan hukum publik senantiasa bersifat sepihak atau bersegi satu.
Oleh karena itu, hubungan hukum publik berbeda halnya dengan hubungan hukum
dalam bidang perdata yang bersifat dua pihak atau lebih karena dalam hukum
perdata disamping ada kesamaan kedudukan juga ada asas otonomi yang berupa
kebebasan pihak yang bersangkutan untuk mengadakan hubungan hukum atau tidak
serta menentukan apa isi hubungan hukum itu. Sebagai wujud pernyataan kehendak
sepihak. Pembuatan dan penerbitan ketetapan hanya berasal dari pihak
penerintah, tidak tergantung pada pihak lain.
Pernyataan
kehendak sepihak yang dituangkan dalam bentuk tertulis ini muncul dalam dua
kemungkinan, yaitu pertama ditujukan kedalam, yang artinya ketetapan berlaku
kedalam lingkungan administrasi Negara sendiri. Kedua, ditujukan keluar yang
berlaku bagi Negara atau badan hukum perdata. Atas dasar pembagian ini lalu
dikenal dua jenis ketetapan, yaitu ketetapan intern dan ketetapan ekstern.
Ketetapan yang relavan dengan pembahasan ini hanyalah ketetapan ekstern, yang
berarti ditujukan keluar dari administrasi.
Berdasarkan
penjelasan pasal 1 angka 3 UU No. 5 tahun 1986, istilah “ penetapan tertulis”
menunjukan kepada isi dan bukan kepada bentuk keputusan yang dikeluarkan oleh
badan atau pejabat TUN. Keputusan itu memang diharuskan tertulis namun yang
diisyaratkan tertulis bukanlah bentuk formatnya seperti surat keputusan
pengangkatan dan sebagainya. Persyaratan tertulis itu diharuskan untuk
kemudahan segi pembuktian. Oleh karena itu, sebuah memo atau nota dapat
memenuhi syarat tertulis tersebut dan akan
merupakan keputusan badan atau pejabat tata usaha Negara menurut UU ini
apabila sudah jelas:
a.
Badan atau pejabat TUN yang mengeluarkannya
b.
Maksud serta mengenai hal apa isi tulisan
tersebut
c.
Kepada siapa tulisan itu ditujukan dan apa yang
ditetapkan di dalamnya.
Unsur
penetapan tertulis ini tidak harus berbentuk surat keputusan formal. Adapula
pengecualian dalam unsure penetapan tertulis ini, yaitu pasal 33 UU No. 5 tahun
1986 yang dikenal dengan KTUN fiktif/negative. Secara lengkap pasal 3 ini
berbunyi sebagai berikut.
1.
Apabila badan atau pejabat tata usaha Negara
tidak mengeluarkan keputusan, sedangkan hal itu menjadi kewajibannya. Maka hal
tersebut disamakan dengan KTUN.
2.
Jika suatu badan atau pejabat Negara tidak
mengeluarkan keputusan yang dimohon, sedangkan jangka waktu sebagaimana
ditentukan dalam peraturan perundang-undangan dimaksud telah lewat, maka badan
atau pejabat Tata Usaha Negara tersebut dianggap telah menolak mengeluarkan
keputusan yang dimaksud.
3.
Dalam peraturan perundang-undangan yang
bersangkutan tidak menentukan jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2),
maka telah lewat jangka waktu empat bulan sejak diterimanya permohonan, Badan
atau pejabat tata usaha Negara yang bersangkutan dianggap telah mengeluarkan
keputusan penolakan.
Dalam
penjelasan pasal (2) disebutkan sebagai berikut.
“badan
atau pejabat TUN yang menerima permohonan dianggap telah mengeluarkan keputusan
yang berisi penolakan permohonan tersebut apabila tenggang waktu yang
ditetapkan telah lewat dan badan atau pejabat TUN itu bersikap diam, tidak
melayani permohonan yang diterimanya”.
b. Dikeluarkannya oleh pemerintah
Bila
ketetapan dibatasi pada ketetapan yang dikeluarkan oleh pemerintah atau tata
usaha Negara, maka akan memunculkan pertanyaan siapa yang dimaksud dengan
pemerintah atau tata usaha Negara. Berdasarkan pasal 1 angka 1 UU No. 5 Tahun
1986, Tata Usaha Negara adalah administrasi yang melaksanakan fungsi untuk
menyelenggarakan urusan pemerintahan baik dipusat maupun di daerah. Dalam
penjelasannya disebutkan bahwa yang dimaksud dengan “urusan pemerintahan” ialah
kegiatan yang bersifat eksekutif. Dalam kepustakaan disebutkan bahwa “kata
pemerintahan itu diartikan sama dengan kekuasaan eksekutif. Artinya
pemerintahan merupakan bagian dari organ dan fungsi pemerintahan, selain organ
dan fungsi pembuatan UU dan peradilan”. Dengan kata lain “pemerintahan umum
diartikan semua aktivitas pemerintah, yang tidak termasuk dalam pembuatan
undang-undang dan peradilan”. Beragamnya lembaga atau organ pemerintahan
menunjukkan bahwa pengertian badan atau pejabat TUN memiliki cakupan yang
sangat luas, yang berarti luas juga pihak-pihak yang diberikan wewenag
pemerintahan untuk membuat dan mengeluarkan ketetapan.
c. Berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku
Pembuatan dan
penerbitan ketetapan harus didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang
berlaku atau harus didasarkan pada wewenang pemerintahan yang diberikan oleh
peraturan perundang-undangan. Tanpa dasar kewenangan, pemerintah atau tata
usaha Negara tidak dapat membuat dan
menerbitkan ketetapan atau ketetapan itu menjadi tidak sah. Organ pemerintahan
dapat memperoleh kewenangan untuk membuat ketetapan tersebut melalui tiga cara
yaitu atribusi, delegasi, dan mandat.
d. Bersifat konkret, individual dan final
Berdasarkan
rangkaian norma, sebagaimana yang dikenal dalam ilmu hukum administrasi Negara
dan hukum tata Negara, ketetapan memiliki sifat norma hukum yang
individual-konkret dari rangkaian norma hukum yang bersifat umum-abstrak. Untuk
menuangkan hal-hal yang bersifat umum dan abstrak ke dalam peristiwa-peristiwa
konkret, maka dikeluarkanlah ketetapan-ketetapan yang akan membawa peristiwa
umum itu sehingga dapat dilaksanakan.
Berdasarkan
pasal 1 angka 3 UU No. 5 tahun 1986, ketetapan memiliki sifat konkret,
individual dan final. Dalam penjelasannya disebutkan bahwa konkret berarti
objek yang diputuskan dalm KTUN itu tidak abstrak, tetapi berwujud tertentu
atau dapat ditentukan. Individual artinya KTUN itu tidak ditujukan untuk umum,
tetapi tertentu baik alamat maupun hal yang dituju. Final berarti sudah
definitive sehingga menimbulkan akibat hukum. Ketetapan yang masih memerlukan
persetujuan instansi atasan atau instansi lain belum bersifat final sehingga
belum dapat menimbulkan suatu hak ata kewajiban pada pihak yang bersangkutan.
e. Menimbulkan Akibat Hukum
Berdasarkan
paparan mengenai tindakan hukum pemerintahan tersebut tampak bahwa ketetapan
merupakan instrument yang digunakan oleh organ pemerintahan dalam bidang public
dan digunakan untuk menimbulkan akibat-akibat hukum tertentu “akibat hukum yang
dimaksud yang lahir dari keputusan adalah munculnya hak, kewajiban, kewenangan,
atau status tertentu”. Dengan kata lain akibat hukum yang dimaksudkan adalah
muncul dan lenyapnya hak dan kewajiban bagi subjek hukum tertentu segera
setelah adanya ketetapan tertentu. Sebagai contoh mengenai akibat hukum yang
muncul dari dikeluarkannya ketetapan dari pejabat yang berwenang. Surat
ketetapan pengangkatan akan menimbulkan akibat hukum yang berupa lahirnya hak
dan kewajiban bagi pegawai negeri yang sebelumnya tidak atau belum ada,
sedangkan surat ketetapan pemberhentian akan menimbulkan akibat hukum berupa
lenyapnya hak dan kewajiban yang telah ada. Dalam hal demikian, ketetapan jenis
ini disebut ketetapan deklaratoir.
f.
Seseorang
atau Badan Hukum Perdata
Badan hukum
keperdataan dalam keadaan dan alas an tertentu dapat dikualifikasikan sebagai
jabatan pemerintahan khususnya ketika sedang menjalankan salah satu fungsi
pemerintahan, dengan syarat-syarat yang telah disebutkan diatas. Menurut Indroharto,
badan hukum adalah murni badan yang menurut pengertian hukum perdata berstatus
sebagai badan hukum, seperti CV, PT, firma, yayasan, perkumpulan, persekutuan
perdata dsb yang berstatus sebagai badan hukum, seperti provinsi, kabupaten,
departemen, dsb, bukan pula badan hukum perdata atau lembaga hukum swasta yang
sedang melaksanakan suatu tugas
pemerintahan yang statusnya dianggap sebagai badan atau jabatan TUN.
3.Macam-macam Ketetapan
a. Ketetapan Deklaratoir dan Ketetapan
Konstitutif
Ketetapan
deklaratoir adalah ketetapan yang tidak mengubah hak dan kewajiban yang telah
ada, tetapi sekedar menyatakan hak dan kewajiban tersebut. Ketetapan mempunyai
sifat deklaratoir ketika ketetapan itu dimaksudkan untuk menetapkan mengikatnya
suatu hubungan hukum atau ketetapan itu maksudnya mengakui suatu hak yang sudah
ada, sedangkan ketika ketetapan itu melahirkan atau menghapuskan suatu hubungan
hukum atau ketetapan itu menimbulkan suatu hak baru yang sebelumnaya tidak
dipunyai oleh seseorang yang namanya tercantum dalam ketetapan itu, ia disebut
dengan ketetapan yang bersifat konstitutif.
b. Ketetapan yang menguntungkan dan yang
Memberi Beban
Ketetapan
yang bersifat menguntungkan artinya ketetapan itu memberikan hak-hak atau
memberikan kemungkinan untuk memperoleh sesuatu yang tanpa adanya ketetapan itu
tidak akan ada atau ketetapan itu memberikan keringanan beban yang ada atau
yang mungkin ada. Sementara itu ketetapan yang memberi beban adalah ketetapan
yang meletakkan kewajiban yang sebelumnya tidak ada atau ketetapan mengenai
penolakan terhadap permohonan untuk memperoleh keringanan.
c.Ketetapan Eenmalig dan Ketetapan Yang
Permanen
Ketetapan
enmalig adalah ketetapan yang hanya berlaku sekali atau ketetapan sepintas
lalu, yang dalam istilah lain disebut ketetapan yang bersifat kilat seperti IMB
atau izin mengadakan rapat umum, sedangkan ketetapan permanen adalah ketetapan
yang memiliki masa berlakunya yang relative lama.
d. Ketetapan yang bebas dan Yang terikat
Ketetapan
yang bersifat bebas adalah ketetapan yang berdasarkan pad kewenangan bebas atau
kebebasan bebas yang dimiliki oleh pejabat TUN baik dalam bentuk kebebasan
kebijaksanaan maupun kebebasan interpretasi, semetara itu, ketetapan terikat
adalah ketetapan yang didasarkan pada kewenangan pemerintahan yang bersifat
terikat, berarti ketetapan itu hanya melaksanakan ketentuan yang sudah ada
tanpa adanya ruang kebebasan bagi pejabat yang bersangkutan.
e. Ketetapan Positif dan Negatif
Ketetapan
positif adalah ketetapan yang menimbulkan hak dan kewajiban bagi yang dikenai
ketetapan, sedangkan ketetapan negatif adalah ketetapan yang tidak menimbulkan
perubahan keadaan hukum yang telah ada.
f.
Ketetapan
Perorangan dan Kebendaan
Ketetapan
perorangan adalah ketetapan yang diterbitkan berdasarkan kualitas pribadi orang
tertentu atau ketetapan yang berkaitan dengan orang, seperti
ketetapan-ketetapan tentang pengangkatan atau pemberhentian seseorang pegawai
negeri atau sebagai pejabat Negara, ketetapan mengenai surat izin mengemudi,
dsb.
4.
Syarat-Syarat
Pembuatan Ketetapan
Pembuatan ketetapan tata usaha
Negara harus memerhatikan beberapa persyaratan agar keputusan tersebut menjadi
sah menurut hukum untuk dilaksanakan. Syarat-syarat yang harus diperhatikan
dalam pembuatan ketetapan ini mencakup syarat material dan syarat formal.
a. Syarat-syarat material terdiri dari
1. Organ
pemerintahan yang membuat ketetapan harus berwenang
2. Karena
ketetapan suatu pernyataan kehendak, ketetapan tidak boleh mengandung
kekurangan-kekurangan yuridis, seperti penipuan, paksaan, atau suap.
3. Ketetapan
harus berdasarkan suatu keadaan (situasi) tertentu.
4. Ketetapan
harus dilaksanakan dan tanpa melanggar peraturan-peraturan lain, serta isi dan
tujuan ketetapan itu harus sesuai isi dan tujuan peraturan dasarnya.
b. Syarat
formal terdiri dari
1. Syarat-syarat
yang ditentukan berhubungan dengan persiapan dibuatnya ketetapan dan
berhubungan dengan cara dibuatnya ketetapan harus dipenuhi.
2. Ketetapan
harus diberi bentuk yang telah ditentukan dalam peraturan perundang-undangan
yang menjadi dasar dikeluarkannya ketetapan itu.
3. Syarat-syarat
berhubungan dengan pelaksanaan ketetapan itu harus dipenuhi.
4. Jangka
waktu harus ditentukan antara timbulnya hal-hal yang menyebabkan dibuatnya dan
diumumkannya ketetapan itu harus diperhatikan.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Ridwan
HR. Hukum Administrasi Negara. 2006. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta
thnx sob infonya, tapi apakah keputusan tata usaha negara dengan ketetapan tata usaha negara sama saja?
BalasHapusSorry Gan.. bru liat nih blog... udah lama gak dbuka..
BalasHapusmenurut Saya jika kita kaji lebih jauh lagi mengenai istilah ketetapan dan keputusan maka akan terdapat perbedaan yaitu:
Apabila suatu keputusan pemerintah mengikat umum, mengikat setiap orang dalam suatu wilayah hukum atau keputusan pemerintah yang berlaku umum yang tidak diketahui identitas orangnya, maka keputusan pemerintah itu bersifat "peraturan". Sedangkan keputusan yang bersifat "ketetapan" adalah keputusan yang berlaku dan mengikat seseorang tertentu yang telah diketahui identitasnya. Jadi intinya bahwa keputusan itu ada yang bersifat peraturan, ada yang bersifat ketetapan. Ini tergantung kepada isi dari keputusan tersebut, apabila keputusan isinya mengikat umum/mengikat umum, maka keputusan itu adalah "peraturan", dan apabila hanya mengikat seseorang tertentu/individu saja, maka keputusan itu adalah "ketetapan".
Saya lebih setuju dengan pendapatnya Djenal Hoesen dan Muchsan.
Djenal Hoesen dan Muchsan mengatakan bahwa penggunaan istilah keputusan barangkali akan lebih tepat untuk menghindari kesimpangsiuran pengertian dengan istilah ketetapan. Menurutnya, di Indonesia istilah ketetapan sudah memiliki pengertian teknis yuridis, yaitu sebagai ketetapan MPR yang berlaku keluar dan ke dalam. Meskipun penggunaan istilah keputusan dianggap lebih tepat, maka akan digunakan istilah ketetapan dengan pertimbangan untuk membedakan dengan “besluit” (keputusan) yang sudah memiliki pengertian khusus, yaitu sebagai keputusan yang bersifat umum dan mengikat atau sebagai peraturan perundang-undangan, sebagaimana dijelaskan diatas.
Menurut Pasal 1 Angka (3) UU No. 5 Tahun 1986 Keputusan Tata Usaha Negara: Penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berdasarkan didikirawan peraturan perundang - undangan yang berlaku yang bersifat konkret, Individual, dan final yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.
Jadi pada kesimpulannya, terdapat perbedaan diantara kedua istilah tersebut. Tergantung pada pernyataan seperti istilah tersebut digunakan.
maaf klo penjelasannya masih belum dipahami .. :)
maaf, ada ksalahan penulisan .. yg seharusnya.
BalasHapusJadi pada kesimpulannya, terdapat perbedaan diantara kedua istilah tersebut. Tergantung pada pernyataan seperti apa istilah tersebut digunakan.