Kewajiban
memegang teguh rahasia jabatan merupakan syarat yang senantiasa harus
dipenuhi untuk menciptakan suasana percaya mempercayai yang mutlak
diperlukan dalam hubungan dokter pasien. Dimana hal ini juga merupakan
hak bagi pasien untuk memiliki keleluasaan pribadi dan keyakinan diri
terhadap dokternya bahwa mereka akan menyimpan rahasia nya itu, tapi
sampai sejauh mana hal itu dapat dipegang?
Rahasia
jabatan seorang dokter merupakan suatu kewajiban moril yang telah ada
sejak dahulu dimana yang menjadi pegangan adalah sumpah yang diciptakan
oleh Hippocrates “Bapak Ilmu Kedokteran” yang tersimpul dalam kalimat
“Apapun yang saya lihat atau dengar selama menjalankan pengobatan atau
malahan diluar itu , yang sama sekali tidak seharusnya diberitakan
kepada umum, akan saya simpan untuk saya sendiri karena hal-hal itu
memalukan untuk dibicarakan”. Oleh karena norma-norma kesusilaan yang
berpokok pada sumpah hippocrates tersebut diatas dianggap tidak
mencukupi, karena banyak bergantung pada kelakuan dan tabiat perorangan,
yang sudah tentu berbeda-beda dan tidak selalu baik, maka diberbagai
negeri di tegakan norma-norma hukum.
Kesehatan
akan tercapai jika tiap pasien dengan perasaan bebas dapat pergi ke
dokter, menceritakan dengan hati terbuka segala keluhan tentang
penderitaan jasmani maupun rohani. Dan ini hanya mungkin bila pasien
dapat menaruh kepercayaan sepenuhnya kepada dokternya tanpa persaan
takut atau khawatir, bahwa dokter itu akan memberitahukan hal-hal
mengenai penyakitnya kepada oarang lain, atau kepada khalayak.
Berdasarkan pemikiran tersebut diatas, maka norma-norma kesusilaan yang
telah ada dikuatkan dengan norma-norma hukum, yang kemudian dicantumkan
dalam beberapa peraturan dan undang-undang. Salah satu diantara berbagai
peraturan itu berwujud dalam sumpah atau janji dokter, yang walaupun
dibebagai negara lafalnya ini berbeda-beda tetapi mengandung makna yang
sama dengan sumpah hippocrates. Yang dalam lafal sumpah dokter Indonesia berbunyi “… Saya akan merahasiakan segala sesuatu yang saya ketahui karena pekerjaan saya dan karena keilmuan saya sebagai dokter…”. Peraturan ini pun terdapat dalam kode etik kedokteran Bab II butir ke 11 yang bunyinya ”
Seorang dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya
tentang seorang pasien, karena kepercayaan yang telah diberikan
kepadanya, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia.”
Untuk memahami rahasia jabatan ini dari sudut hukum kelakuan seorang dokter kita bagi dalam dua jenis, yaitu:
1. Kelakuan yang bersangkutan dengan pekerjaan sehari-hari.
Dalam hal ini yang harus diperhatikan adalah :
Pasal 11 PP Republik Indonesia No : 749/MENKES/PER/XII/1989
Tentang Rekam Medis/Medical Record yang berbunyi :
“ Rekam medis merupakan berkas yang wajib dijaga kerahasiaannya”
Bab IV butir 2 Keputusan Dirjen Pelayanan Medik Nomor :
78/Yan.Med./RS.UM.DIK/YMU/I/91
Tentang Petunjuk Pelaksanaan Penyelenggaraan Rekam Medik /Medical
Record di Rumah Sakit, yang berbunyi :
” Isi rekam medis adalah milik pasien yang wajib dijaga kerahasiannya ”
Untuk melindungi kerahasiaan tersebut, maka dibuat ketentuan sebagai berikut :
a. Hanya petugas rekam medis yang diizinkan masuk ruang penyimpanan rekam medis.
b. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh isi rekam medis untuk badan – badan atau perorangan, kecuali yang telah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku.
c. Selama penderita deirawat rekam medis menjadi tanggung jawab perawat ruangan dan menjaga kerahasiaannya.
Pasal 5 Kode Etik Profesi Rekam Medis yang berbunyi :
”
Setiap pelaksan rekam medis dan informasi kesehatan selalu menjunjung
tinggi doktrin kerahasiaan dan hak/kerahasiaan perorangan pasien dalam
memberikan informasi yang terkait dengan identitas individu dan sosial”
Kewajiban
untuk menyimpan rahasia ini juga tercantum dalam pasal 7 KODE ETIK
PROPESI REKAM MEDIS AMERIKA SERIKAT, yang berbunyi :
”
Jangan membuka rahasia tentang tindakan/kejadian yang tercantum dalam
laporan medis dan atau yang diketahuinya secara langsung yang dapat
membahayakan aturan yang telah ditetapkan oleh pimpinan atau aturan
tindakan profesi kecuali kepada pejabat yang berwenang”.
Pasal 22 PP Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1996 Tentang Tenaga Kesehatan, Ayat 1 yang berbunyi :
”
Bagi tenaga kesehatan jenis tertentu dalam melaksakan tugas propesinya
berkewajiban untuk menjaga kerahasian identitas dan data kesehatan
pribadi pasien”
Peraturan Pemerintah no 10 tahun 1966 tentang wajib simpan rahasia kedokteran
Pasal 1 PP no 10/1966
” Yang dimaksud dengan rahasia kedokteran adalah segala sesuatu yang diketahui oleh orang-orang tersebut dalam pasal 3 pada waktu atau selama melakukan pekerajaannya dalam lapangan kedokteran”
Pasal 2 PP no 10/1966
“ Pengetahuan tersebut pasal 1 harus dirahasiakan oleh orang-orang tersebut dalam pasal 3, kecuali apabila suatu peraturan lain yang sederajat atau lebih tinggi daripada PP ini menentukan lain”.
Pasal 3 PP no 10/1966
“ Yang wajib menyimpan rahasia yang dimaksud dalam pasal 1 ialah :
a. Tenaga kesehatan menurut pasal 2 UU tentang tenaga kesehatan.
b. Mahasiswa
kedokteran, murid yang bertugas dalam lapangan pemeriksaan, pengobatan
dan atau perawatan, dan orang lain yang ditetapkan oleh mentri
kesehatan”.
Pasal 4 PP no 10/1966
“Terhadap pelanggaran ketentuan mengenai wajib simpan rahaasia kedokteran yang tidak atau tidak dapat dipidana menurut pasal 322 atau pasal 112 KUHP, mentri kesehatan dapat melakukan tindakan administratif berdasarkan pasal UU tentang tenaga kesehatan”.
Pasal 5 PP no 10/1966
“Apabila pelanggaran yang dimaksud dalam pasal 4 dilakukan oleh mereka yang disebut dalam pasal 3 huruf b, maka mentri kesehatan dapat mengambil tindakan-tindakan berdasarkan wewenang dan kewajibannya”.
Pasal 6 PP no 10/1966
”Dalam pelaksanaan peraturan ini, mentri kesehatan dapat mendengar Dewan Perlindungan Susila Kedokteran dan atau badan-badan lain bilamana perlu”.
Pasal 322 KUHP
1. Barang
siapa yang dengan sengaja membuka sesuatu rahasia yang ia wajib
menyimpannya oleh karena jabatan atau pekerjaannya, baik yang sekarang
maupun yang dulu, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya sembilan
bulan atau denda sebanyak-banyaknya enam ratus ribu rupiah.
2. Jika kejahatan ini dilakukan terhadap seseorang yang tertentu, maka ini hanya dituntut atas pengaduan orang tersebut.
Undang-undang
ini sudah selayaknya berlaku untuk tiap orang, yang atas pekerjaannya,
berwajib menyimpan rahasia, jadi bukan untuk seorang dokter saja,baik ia
seorang dokter pemerintah, maupun doktrer partikelir.
Undang-undang
ini memperkuat luas norma-norma kesusilaan yang telah ada, karena tidak
hanya mengancam pelanggaran yang dilakukan pada waktu sipelanggar kerja
aktif, umpamanya seorang dokter yang masih berpraktik, tetapi juga
pelanggar yang sudah berhenti atau pindah dari pekerjaannya semula,
umpamanya seorang dokter pemerintah yang telah pensiun atau seorang
dokter partikelir yang tidak berpraktrk lagi.
Selama
masih berpratek, maka boleh dianggap ada faktor kuat yang menjamin
seorang dokter tidak akan ” membuka rahasia” tentang pasien-pasiennya,
oleh katena hal ini akan merugikan dirinya sendiri.
Seorang
dokter yang dikenal sebagai ” pembuka rahasia” mungkin sekali prateknya
makin lama makin merosot,suatu kejadian yang benar-benar merupakan
hukuman masyarakat.
Ayat 2 UU ini terutama penting berkenaan dengan rahasia jabatan dokter menurut
ayat ini seorang dokter yang membuka rahasia tentang pasiennya tidak
dengan sendirinya akan dituntut di muka pengadilan, melainkan hanya
sesudah diadakan pengaduan oleh si pasien.
Pasal 1365 Kitab Undang –undang Hukum Sipil
”Barang siapa yang berbuat salah hinggga seorang lain menderita kerugian , berwajib mengganti kerugian itu”.
Seorang
dokter berbuat salah kalau ia mungkin sekali tanpa disadari ” membuka
rahasia” tentang seorang pasien yang kebetulan terdengar oleh mejikan
orang yang sakit itu. Lalu
si majikan melepas pegawainya, karena takut penyakitnya akan menulari,
pegawai-pegawai lain. Si dokter diajukan oleh pasien itu. Selain hukum
pidana menurut pasal 322 KUHP dokter itu dapat dihukum sipil dengan diwajibkan mengganti kerugian.
Pada
hakekatnya ancam,an hukum sipil ini menimbulkan berbagai soal yang
sulit-sulit yang dapat terjadi dalam pekerjaan kedokteran sehari-hari.
Tentang hal ini kelak akan diuraikan lebih lanjut.
Sumpah (janji) Dokter
Sumpah dokter yang lafalnya sebagai pengganti pasal 36 Reglement D.V.G.,
sekarang tercantum dalam Peraturan Pemerintah 1960 No. 26 dan
diundangkan pada tanggal 2 Juni 1960. Sumpah ini sesuai dengan
Pernyataan Jenewa 1948, jadi memuat semua asas susila kedokteran yang
bersumber pada Sumpah Hippocrates, ditambah dengan dengan beberapa asas
baru yang ditegakkan atas dasar pengalaman tentang kejahatan Nazi Jerman
dalam perang Dunia ke-II. Dengan berlakunya sumpah dokter baru itu
segala pertentangan yang menjadi cacat utama lafal sumpah yang lama
dalam pasal 36 Reglement D.V.G., dan yang dulu telah banyak menimbulkan
kebimbangan pada para dokter yang tidak menguasai asas rahasia jabatan,
sekarang hilang.
Berdasarkan
apa yang diterangkan dalam penjelasannya, para dokter yang terkumpul
dalam musyawarah Kerja Susila Kedokteran Nasional di Jakarta mengusulkan
kepada Pemerintah supaya lafal itu diubah dan disesuaikan dengan
keadaan sekarang.
2. Kelakuan dalam keadaan khusus.
Menurut
hukum maka setiap warga negara dapat dipanggil oleh Pengadilan untuk
didengar sebagai saksi selain itu seorang yang mempunyai keahlian dapat
juga dipanggil sebagai ahli. Maka dapatlah terjadi, bahwa seorang yang
mempunyai keahlian umpamanya seorang dokter, dipanggil sebagai saksi,
sebagai ahli atau sekaligus sebagai saksi ahli.
Sebagai
saksi atau saksi ahli mungkin sekali ia diharuskan memberi keterangan
tentang seseorang (umpamanya terdakwa) yang sebelum itu telah menjadi
penderita yang diobatinya. Ini berarti ia seolah-olah diharuskan
melanggar rahasia jabatannya.
Kejadian
yang bertentangan ini dapat dihindarkan karena adanya : ”Hak undur
diri” diantaranya tercantum dalam Pasal 277 Reglemen Indonesia yang
dibaharui (R.I.D) dan berbunyi :
1. Barang
Siapa yang karena martabatnya, pekerjaannya atau jabatannya yang sah,
diwajibkan menyimpan rahasia, boleh tetapi hanya dan terutama mengenai
hal yang diketahuinya dan dipercayakan kepadanya karena martabatnya,
pekerjaannya atau jabatannya itu.
2. Pertimbangan
, apakah permintaan untuk mengundurkan diri itu beralasan atau tidak,
diserahkan kepada pengadilan negara atau jika orang yang dipanggil untuk
memberi penyaksian itu orang asing maka pertimbangan itu diserahkan
kepada ketua pengadilan negara.
Penegakan
hak undur diri dapat dianggap sebagai pengakuan para ahli hukum, bahwa
kedudukan rahasia jabatan itu harus dijamin sebaik-baiknya, malahan
dengan membebaskan seorang dokter ynag menjadi saksi atau saksi ahli,
dari kewajibannya untuk berceritera. Pembebasan itu tidak selalu datang
dengan sendirinya. Menurut ayat 2 maka Pengadilan Negeri atau Ketua
Pengadilan Negerilah yang memutuskan apakah alasan yang dikemukakan oleh
saksi atau saksi ahli untuk tidak berbicara itu, layak dan dapat diterima atau tidak.
Dalam
hal ini mungkin sekali timbul pertentangan yang keras antara pendapat
dokter dan pendapat hakim, yaitu bila hakim tidak dapat menerima alasan
yang dikemukakan oleh dokter untuk mengemukakan hak undur dirinya,
karena ia berkeyakinan bahwa keterangan yang harus diberikan itu
melanggar rahasia jabatannya. Bagi dokter maka pedoman yang harus
menentukan sikapnya ialah tetap : Rahasia jabatan dokter ialah
pertama-tama dan terutama kewajiban moril. Alasan untuk melepaskan
rahasia dan pertimbangan sehat, yaitu ada atau tidaknya adanya
kepentingan yang lebih utama atau kepentingan umum.
Umpamakan
seorang dokter sebagai saksi harus memberi keterangan mengenai
seseorang yang telah diperiksa dan diobatinya karena menderita
luka-luka.
Pada
sidang pengadilan ternyata si sakit itu ialah seorang penjahat besar
yang mmendapat luka-luka itu pada waktu ia melakukan tindakan pidananya.
Keterangan dokter itu sangat diperlukan oleh pengadilan agar rangkaian
bukti menjadi lengkap. Kita mudah mengerti, bahwa dalam hal demikian
dokter itu wajib memberi keterangan, agar masyarakat dapat dihindarkan
dari kejahatan-kejahatan lain, yang mungkin dilakukan bila ia
dibebaskan. Pada peristiwa seperti tersebut diatas kita harus sadar,
bahwa rahasia jabatan dokter bukanlah dimaksudkan untuk melindungi
kejahatan. Golongan yang berpendirian mutlak, yang juga dalam hal serupa
ini tidak sudi melepaskan rahasia jabatannya, tidak hanya menjadi
maknanya, yakni menjamin kepentingan umum, malahan membahayakannya.
Untuk
mengetahui apakah ada pelangaran pasal 322 KUHP yang semuanya termasuk
”pelanggaran Undang-undang yang tidak dihukum” , beberapa pasal itu
ialah:
Pasal 48 KUHP
” Tidak boleh dihukum barang siapa melakukan perbuatan karena terdorong oleh adi paksa ”
Perlu
ditegaskan bahwa yang dimaksudkan dalam pasal 48 KUHP bukanlah adi
paksa mutlak (Relative overmacht). Seorang mengalami adipaksa mutlak
bila ia dihadapkan pada kekerasan untuk tekanan jasmani atau rohani
sedemikian hingga ia tidak berdaya dan kehilangan kehendak.
Pada
keadaan adi paksa mutlak yang kebanyakan terjadi karena adanya tekanan
rohani, timbullah keadaan terpaksa atau darurat, sehinnga yang
bersangkutan berbuat sesuatu hal yang pasti tidak akan diperbuat olehnya
bila keadaan terpaksa atau darurat itu tidak ada.. keadaan serupa itu
menjadi sebab timbulnya pertentangan dalam jiwa orang yang bersangkutan
(conflict) yang hanya dapat diatasi, bilamana ia melakukan perbuatan
yang melanggar hukum. Hal ini biasanya berarti pengorbanan kepentingan
suatu pihak kepada kepentingan pihak lain. Contonya :
a. Seorang
sopir yang menderita epilepsi, yang jika penyakitnya bangkit pada waktu
ia sedang melakukan tugasnya pasti sangat membahayakan lalu lintas.
b. Seorang guru yang menderita tuberculosis paru dan yang menimbulkan bahaya akan menulari murid-muridnya pada waktu ia mengajar.
Dalam
persoalan ini perlulah diadakan pertimbangan apakah dengan
mempertahankan rahasia secara mutlak dimana ada kemungkinan bahwa
kepentingan orang lain yang pada hakekat lebih utama dirugikan atau
dikorbankan.
Pelanggaran
rahasia jabatan yang terjadi pada konsult, pengajaran, rapat atau
permusyawaratan klinik itu sebenarnya dalah hal-hal yang termasuk dalam
adipaksa, oleh karena dalam hal-hal ini tidak hanya kepentingan
si sakit sendiri yang diutamakan, melainkan pada umumnya juga
kepentingan yang lebih luas dan lebih besar. Baik pada pengajaran klinik
maupun pada rapat atau permusyawartan klinik tujuan terakhir tidaklah
lain dari pada membina dan memajukan ilmu kedokteran, yang sebenarnya
beralas pada kepentingan masyarakat.
Pasal 50 KUHP
” Barang siapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan ketentuan undang-undang, tidak dipidana”.
Pasal
50 KUHP sering bersangkutan dengan kewajiban seorang dokter untuk
melaporkan: hal kelahiran, hal kematian, hal pennyakit menular.
Kewajiban melaporkan penyakit menular di indonesia diatur dalam
undang-undang tentang wabah tahun 1962 No. 6. dalam hal ini dipahami,
bahwa kepentingan umumlah yang harus diutamakan. Bila seorang dokter
yang menurut pendiriannya untuk memegang rahasia jabatan dalam hal ini
maka ia tidak hanya melanggar pasal ini tetapi juga membahayakan
masyarakkat, oleh karena membiarkan penyakit menular berlangsung tanpa
tindakan yang diperlukan.
Pasal 51 KUHP
1) Barang siapa melaskukan perbuatan untuk melaksanakan perintah jabatan yang diberikan oleh penguasa yang berwenang tidak dipidana.
2) Perintah
jabatan tanpa wewenang, tidak menyebabkan hapusnya pidana kecuali jika
yang diperintah, dengan itikad baik mengira bahwa perintah diberikan
dengan wewenang dan pelaksanaanya termasuk dalam lingkungan
pekerjaannya.
Pasal
ini terutama penting bagi seorang dokter yang mempunyai kedudukan ganda
seoerti dokterangkatan bersenjata, seperti dokter biasa, dokter
angkatan bersenjata wajib menyimpan rahasia jabatannya mengenai para
pasiennya sebaliknya pula sebagai seorang militer ia harus berdiiplin
militer dan harus taat pada perintah atasan.
HAK PASIEN ATAS RAHASIA PENYAKITNYA
Salah satu alasan mengapa Menteri Kesehatan menerbitkan Peraturan Tentang Rekam Medis adalah :
Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1966 Tentang Wajib Simpan Rahasia Kedokteran.
Pada penjelasan disebutkan bahwa :
Setiap
orang harus dapat meminta pertolongan kedokteran dengan perasaan aman
dan bebas. Ia harus dapat menceritakan dengan hati terbuka segala
keluhan yang mengganggunya, baik bersifat jasmaniah maupun rohaniah,
dengan keyakinan bahwa hak itu berguna untuk menyembukan dirinya. Ia
tidak boleh merasa khawatir bahwa segala sesuatu mengenai keadaannya
akan disampaikan kepada orang lain, baik oleh dokter maupun oleh petugas
kedokteran yang bekerja sama dengan dokter tersebut.
Hak untuk disimpan rahasia penyakitnya ini, dicantumkan dalam :
1. Pasal 53 Ayat 2 Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan yang berbunyi :
” Tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya berkewajiban untuk memenuhi standar profesi dan menghormati hak pasien”.
Penjelasan :
Tenaga
kesehatan yang berhadapan dengan pasien seperti dokter dan perawat,
dalam melaksanakan tugasnya harus menghormati hak pasien.
Yang dimaksud dengan hak pasien antara lain ialah :
v Hak Informasi,
v Hak untuk memberikan persetujuan,
v Hak atas rahasia kedokteran,
v Hak atas pendapat kedua (second opinion)
2. BAB II butir 8 Surat Edaran DIRJEN YANMED Tentang Pedoman Hak Dan Kewajiban Pasien, Dokter Dan Rumah Sakit yang berbunyi :
” Pasien berhak atas privacy dan kerahasian penyakit yang diderita termasuk data-data medisnya”.
SIAPA YANG WAJIB MENYIMPAN RAHASIA PENYAKIT PASIEN ?
Pasal 3 pp 10 Tahun 1966 menyebutkan :
” Yang diwajibkan menyimpan rahasia kedokteran adalah :
a. Tenaga Kesehatan.
b. Mahasiswa
kedokteran , murid yang bertugas dalam lapangan pemeriksaan, pengobatan
dan / atau perawatan dan orang lain yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan”.
Pada penjelasan pasal 2 disebutkan bahwa :
”Berdasarkan
pasal ini orang (selain daripada tenaga kesehatan) yang dalam
pekerjaannya berurusan dengan orang sakit atau mengetahui keadaan si
sakit, baik yang tidak maupun yang belum mengucapkan sumpah jabatan,
berkewajiban menjunjung tinggi rahasia mengenai keadaan si sakit”.
Dengan
demikian para mahasiswa kedokteran, kedokteran-gigi, ahli farmasi, ahli
laboratorium, ahli sinar, bidan, para pegawai murid para medis dan
sebagainya termasuk dalam golongan yang diwajibkan menyimpan rahasia.
Menteri Kesehatan dapat menetapkan, baik secara umum maupun secara
insidentail, orang-orang yang wajib menyimpan rahasia kedokteran,
misalnya pegawai tata usaha pada rumah-rumah sakit dan
laboratorium-laboratorium.
TENAGA KESEHATAN YANG WAJIB MENYIMPAN RAHASIA PASIEN
Pengertian tentang tenaga kesehatan, diatur dalam :
1. Pasal 1 butir 3 Undang-undang Tentang Kesehatan, yang berbunyi :
Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan
serta memiliki pengetahuan dan atau keterampilan melalui pendidikan di
bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan upaya
kesehatan.
2. Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1966 Tentang Tenaga Kesehatan yang definisinya sama dengan yang tersebut diatas.
JENIS TENAGA KESEHATAN.
Pasal 2 PP Nomor 32 Tahun 1966 menyebutkan :
(1) Tenaga kesehatan terdiri dari :
a. Tenaga medis ;
b. Tenaga Keperawatan ;
c. Tenaga Kefarmasian;
d. Tenaga Kesehatan Masyarakat ;
e. Tenaga Gizi ;
f. Tenga Keterapian Fisik ;
g. Tenaga Keteknisan Medik.
(2) Tenaga medis meliputi dokter dan dokter gigi.
(3) Tenaga keperawatan meliputi perawat dan bidan.
(4) Tenaga kefarmasian meliputi apoteker, analis farmasi dan asisten apoteker.
(5) Tenaga
kesehatan masyarakat meliputi epidemiolog kesehatan, entomolog
kesehatan, mikrobiologi kesehatan, penyuluhan kesehatan,
administrastrator kesehatan dan sanitarian.
(6) Tenaga gizi meliputi nutrisionis dan dietisien.
(7) Tenaga keterapian fisik meliputi fisioterapis, okupasiterapis, dan terapis Wicara.
(8) Tenaga
keteknisan medis meliputi radiografer, radioterapis, teknisi gigi,
teknisi elektromedis, analis kesehatan, refraksionis optisien, otorik
prostetik, teknisi transfusi dan perekam medis.
RAHASIA PEKERJAAN DAN RAHASIA JABATAN.
Istilah
yang terkenal dikalangan para tenaga kesehatan dan mahasiswa adalah
”rahasia jabatan “. Padahal didalam perundang–undangan dibedakan antara
rahasia pekerjaan dan rahasia jabatan.
RAHASIA PEKERJAAN.
Rahasia
pekerjaan adalah segala sesuatu yang diketahui dan harus dirahasiakan
berhubung dengan pekerjaan atau keahliannya. Kewajiban untuk menyimpan
rahasia pekerjaan ini berlaku sejak bersangkutan mengucapkan sumpah atau
janji pada akhir pendidikan.
CONTOH :
1. Seorang dokter, pada akhir pendidikannya, mengucapkan sumpah untuk menyimpan rahasia dengan lafal sebagai berikut :
“
Demi Allah saya bersumpah, bahwa saya akan merahasiakan segala sesuatu
yang saya ketahui karena pekerjaan saya dan karena keilmuan saya sebagai
dokter.”
2. Seorang perawat, pada akhir pendidikannya, mengucapkan sumpah untuk menyimpan rahasia, dengan lafal sebagai berikut :
“ Saya
bersumpah / berjanji bahwa saya sebagai perawat kesehatan tidak akan
menceritakan kepada siapapun segala rahasia yang berhubungan dengan
tugas saya, kecuali jika diminta pengadilan untuk keperluan kesaksian.”
Dengan
mengucapkan sumpah atau janji seperti tersebut diatas, maka seorang
dokter atau seorang perawat diwajibkan untuk menyimpan rahasia
sehubungan dengan pekerjaannya. Kewajiban ini disebut sebagai “kewajiban
menyimpan rahasia pekerjaan “. Maksud daripada ketentuan ini adalah
keharusan bagi yang bersangkutan untuk tetap memegang teguh kewajiban
itu, walaupun ia tidak menjadi / berstatus pegawai negeri atau anggota
ABRI.
RAHASIA JABATAN.
Rahasia
jabatan ialah segala sesuatu yang diketahui dan harus dirahasiakan
sehubungan dengan jabatannya sebagai pegawai negeri sipil atau anggota
ABRI, karena sebelum diangkat sebagai pegawai tetap, yang bersangkutan
harus mengucapkan “sumpah jabatan”.
CONTOH :
Lafal sumpah pegawai negeri :
“Saya akan memegang rahasia sesuatu yang menurut sifatnya atau menurut perintah, harus saya rahasiakan.”
PERHATIAN :
“Kewajiban menyimpan rahasia pasien harus tetap dipegang, meskipun pasien tersebut telah meninggal dunia”.
SANKSI HUKUM
Setiap
tenaga kesehatan yang mempunyai kewajiban untuk menyimpan rahasia
tentang penyakit pasien beserta data-data medisnya dapat dijatuhi sanksi
pidana, sanksi perdata maupun sanksi administratif, apabila dengan
sengaja membocorkan rahasia tersebut tanpa alasan yang sah, sehingga
pasien menderita kerugian akibat tindakan tersebut.
Akibat yang mungkin timbul karena pembocoran rahasia ini, misalnya :
- Tidak
jadi menerima santunan asuransi karena pihak asuransi membatalkan
keputusannya setelah mendapat informasi tentang penyakit yang diderita
oleh calon kliennya.
- Tidak jadi menikah, karena salah satu pihak mendapat informasi mengenai penyakit yang diidap oleh calon pasangannya.
- Terjadi perceraian, karena salah satu pihak mengetahui penyakit yang diidap oleh pasangannya.
- Seorang pemimpin kalah dalam percaturan politik karena lawan politiknya mendapat informasi mengenai penyakit yang diidapnya.
- Merugikan negara, apabila informasi yang dibocorkan itu merupakan rahasia negara.
SANKSI PIDANA
Pasal 322 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) menyebutkan bahwa :
(1) Barang siapa dengan sengaja membuka suatu rahasia, yang menurut jabatan
atau pekerjaannya, baik yang sekarang maupun yang dahulu, ia diwajibkan
untuk menyimpannya, dihukum dengan pidana penjara paling lama sembilan
bulan atau denda paling banyak sembilan ribu rupiah.
(2) Jika kejahatan itu dilakukan terhadap seseorang tertentu, maka perbuatn itu hanya dapat dituntut atas pengaduan orang itu.
CATATAN :
1. Pasal ini berlaku bagi orang yang membocorkan rahasia pekerjaannya maupun rahasia jabatan (dan atau rahasia jabatan).
2. Pasal
ini berlaku bagi orang yang membocorkan rahasia pekerjaannya dan atau
rahasia jabatan, baik yang sekarang maupun yang telah lalu, karena dia
pindah pekerjaan atau telah pensiun.
3. Ayat
(2) menunjukkan bahwa delik ini adalah delik aduan, dimana perkara itu
tidak dapat diusut tanpa pengaduan dari orang yang dirugikan. Pengaduan
itu dapat dicabut kembali, selama belum diajukan ke sidang pengadilan.
Namun demikian, pada pasal 4 Penjelasan PP Nomor 10 Tahun 1966
disebutkan bahwa :
“ Demi
kepentingan umum Menteri Kesehatan dapat bertindak terhadap pembocoran
rahasia kedokteran, meskipun tidak ada suatu pengaduan.”
Sebagai contoh :
Seorang
pejabat kedokteran berulangkali mengobrolkan di depan orang banyak
tentang keadaan dan tingkah laku pasien yang diobatinya. Dengan demikian
ia telah merendahkan martabat jabatan kedokteran dan mengurangi
kepercayaan orang kepada pejabat – pejabat kedokteran.
Pasal 112 KUHP.
“Barang siapa dengan sengaja mengumumkan atau mengabarkan atau menyampaikan surat, kabar dan keterangan tentang suatu hal kepada negara asing, sedang diketahuinya bahwa surat, kabar atau keterangan itu harus dirahasiakan demi kepentingan negara, maka ia dihukum dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.”
SANKSI PERDATA
Apabila
pembocoran rahasia tentang penyakit pasien termasuk data-data medisnya,
mengakibatkan kerugian terhadap pasien, keluarganya maupun orang lain
yang berkaitan dengan hal tersebut, maka orang yang membocorkan rahasia
itu dapat digugat secara perdata untuk mengganti kerugian.
Hal ini diatur dalam Undang-Undang Tentang Kesehatan maupun dalam Kitab Undang-Undang Hukum Sipil atau Perdata (KUHS).
Pasal 55 Undang-Undang Tentang Kesehatan menyebutkan bahwa :
(1) Setiap orang berhak atas ganti rugi akibat kesalahan atau kelaian yang dilakukan tenaga kesehatan.
(2) Ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 1365 KUHS.
“ Setiap perbuatan melanggar hukum yang mengakibatkan kerugian bagi orang lain, mewajibkan orang yang karena kesalahannya mengakibatkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.”
Pasal 1366 KUHS.
“Setiap orang bertanggung jawab tidak saja atas kerugian karena perbuatannya, tetapi atas kerugian yang disebabkan karena kelalaian atau kurang hati-hati.”
Pasal 1367 KUHS.
“Seseorang tidak saja bertanggung jawab untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatan sendiri, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya atau disebabkan oleh barang-barang yang dibawah kekuasaannya.”
Orang
tua dan wali bertanggung jawab tentang kerugian yang disebabkan oleh
anak-anak belum dewasa yang tinggal pada mereka dan terhadap siapa
mereka melakukan kekuasaan orang tua atau wali. Majikan-majikan dan
mereka yang mengangkat orang-orang lain yang mewakili urusan-urusan
mereka mereka adalah bertanggung jawab tentang kerugian yang ditimbulkan
oleh pelayan-pelayan atau bawahan-bawahan mereka di dalam melakukan
pekerjaan untuk mana orang-orang dipakainya. Guru-guru sekolah dan
kepala-kepala tukang bertanggung jawab tentang kerugian yang ditimbulkan
oleh murid-murid dan tukang-tukang mereka selama waktu orang-orang ini
berada dibawah pengawasan mereka. Tanggung jawab yang disebutkan diatas
berakhir, jika orang tua-orang tua, wali-wali, guru-guru sekolah dan
tukang itu membuktikan bahwa mereka tidak dapat mencegah perbuatan untuk
mana mereka seharusnya bertanggung jawab.
Maksud daripada pasal 1367 KUHS ini adalah :
Apabila
seorang bawahan melakukan kesalahan, maka yang digugat adalah
atasannya. Hal ini disebut juga dengan istilah “ respondeat superior
“(tanggung jawab atasan). Sedangkan pidananya ditanggung sendiri oleh
yang bersangkutan.
SANKSI PIDANA UNTUK PEMBOCORAN RAHASIA REKAM MEDIS BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH TENTANG TENAGA KESEHATAN.
Pasal 35 huruf d. Tentang Ketentuan Pidana yang diatur dalam PP Nomor 32 tahun 1966 Tentang Tenaga Kesehatan menyebutkan :
“Tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam pasal 22 ayat 10 dipidana denda paling banyak Rp.10.000.000.00,- (sepuluh juta rupiah)”.
Sedangkan bunyi pasal 22 ayat (1) yang dimaksud adalah :
“Bagi setiap tenaga kesehatan jenis tertentu dalam melaksanakan tugas profesinya berkewajiban untuk:
a. Menghormati hak pasien;
b. Menjaga kerahasiaan identitas dan data kesehatan pribadi pasien;
c. Memberikan informasi yang berkaitan dengan kondisi dan tindakan yang akan dilakukan;
d. Meminta persetujuan terhadap tindakan yang akan dilakukan;
e. Membuat dan memelihara rekam medis.
SANKSI ADMINISTRATIF.
Sanksi
administratif untuk tenaga kesehatan sehubungan dengan peraturan
tentang rekam medis diatur dalam pasal 20 PERMENKES Tentang Rekam Medis
yang berbunyi :
“Pelanggaran terhadap ketentuan –ketentuan dalam peraturan ini dapat dikenakan sanksi administratif mulai dari teguran sampai pencabutan ijin.”
Pengungkapan Rahasia Medis Untuk Kepentingan Pendidikan
Pengungkapan
informasi atau gambar atau pembicaraan mengenai pasien tanpa ijin,
meskipun dengan penyamaran identitas, jika si pasien dapat
diidentifikasi melalui nama, deskripsi, atau penampilannya, maka dapat
menimbulkan perkara hukum karena pelanggaran privacy.
Sekalipun gambar atau informasinya dimuat dalam jurnal kedokteran untuk
tujuan pendidikan atau penelitian, jika si pasien dapat dikenali maka
dokter tersebut mudah kena ancaman perkara hukum karena pelanggaran
rahasia jabatan.
Seorang
dokter yang menjadi pengajar klinik di fakultas kedokteran pada asasnya
berarti pelanggaran rahasia jabatan (Pasal 322 KUHP), yang biasanya
tidak kita sadari karena dianggap sudah selayaknya. Demikian pula ketika
sedang bed-side teaching,
sebaiknya dokter dan mahasiswa klinik tidak membahas mengenai
kondisi/penyakit pasien didepan si pasien. Diskusi mengenai penyakit
pasien dapat dilakukan diluar ruang perawatan setelah bed-side teaching.
Selain itu jika ingin melakukan demonstrasi terhadap pasien sebaiknya
pasien yang akan didemonstrasikan itu diberitahu lebih dahulu dan
diminta persetujuannya.
Pelanggaran
rahasia jabatan yang terjadi pada saat pengajaran sebenarnya termasuk
bilangan adipaksa, oleh karena dalam hal ini tidak hanya kepentingan si
pasien sendiri yang diutamakan, melainkan pada umumnya juga kepentingan
yang lebih luas dan lebih besar. Tujuan akhir dari pengajaran klinik
adalah membina dan memajukan ilmu kedokteran, yang sebenarnya beralas
pada kepentingan masyarakat. Oleh karena itu, atas kekuatan Pasal 48
KUHP, dokter yang bersangkutan akan dibebaskan dari ancaman hukuman
Pasal 322 KUHP.
Pada Permenkes RI
tentang rekam medis disebutkan bahwa salah satu tujuan dari rekam medis
adalah untuk riset dan sebagai data dalam melakukan upaya peningkatan
mutu pelayanan medis. Permenkes ini juga memberikan peluang pembahasan
informasi medis seorang pasien di kalangan profesi medis untuk tujuan
rujukan dan pengembangan ilmiah. Demikian pula Asosiasi dokter sedunia
(WMA, Oktober 1983) menyatakan bahwa penggunaan informasi medis untuk
tujuan riset dan audit dapat dibenarkan.
Kewajiban untuk melaporkan.
Seorang
dokter dalam menjalankan profesinya mempunyai kewajiban-kewajiban
sebagaimana yang tertuang dalam Kode Etik Kedokteran, dimana salah
satunya yaitu pasal 13 tentang kewajiban seorang dokter terhadap pasien,
yang berbunyi :
“ Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tetang seorang penderita bahkan juga setelah penderita itu meninggal dunia.”
Namun
dalam praktek sehari-hari hal tersebut mendatangkan dilema, terutama
bila dokter tersebut dihadapkan dalam kasus2 tertentu. Adakalanya kita
menemukan kasus2 seperti ini:
- Pasien yang kita tolong adalah korban dari tindak kekerasan. Apakah kita boleh melaporkannya kepada yang berwajib. Apakah itu sudah termasuk dalam pengungkapan rahasia medik?
- Dalam kasus ”Child abuse”. Apakah kita boleh melaporkannya kepada yang berwajib. Apakah itu sudah termasuk dalam pengungkapan rahasia medik?
Untuk
kasus no.1 dimana hal tersebut akan sering kita jumpai dalam praktek
sehari-hari. Dimana seorang pasien yang kita tolong adalah korban dari
tindak kekerasan. Dalam hal tersebut kita harus mengetahui landasan
hukum yang mengatur tentang hal tersebut. Mungkin salah satu jawabannya
ada pada KUHAP pasal 108 tentang ”Hak dan Kewajiban Melapor” khususnya pada butir pertama yang berbunyi :
- Setiap orang yang mengalami, melihat, menyaksikan dan atau menjadi korban peristiwa yang merupakan tindak pidana berhak untuk mengajukan laporan atau pengaduan kepada penyelidik dan atau penyidik baik lisan maupun tertulis.
- Setiap orang yang mengetahui pemufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana terhadap ketentraman dan keamanan umum atau terhadap jiwa atau terhadap hak milik wajib seketika itu juga melaporkan hal tersebut kepada penyelidik atau penyidik.
- Setiap pegawai negri dalam rangka melaksanakan tugasnya yang mengetahui tetang terjadinya peristiwa yang merupakan tindak pidana wajib segera melaporkan hal itu kepada penyelidik atau penyidik.
- Laporan atau pengaduan yang diajukan secara tertulis harus ditandatangani oleh pelapor atau pengadu.
- Laporan pengaduan yang diajukan secara lisan hsrus dicatat oleh penyidik dan ditanda tangani oleh pelapor atau pengadu dan penyidik.
- Setelah menerima laporan atau pengaduan , penyidik atau penyelidik harus memberikan surat Tanda penerimaan laporan atau pengaduan kapada yang bersangkutan.
Selain
itu data-data medik yang telah kita buat dapat dibuka kembali untuk
kepentingan peradilan, sesuai dengan salah satu manfaat dari rekam medis
yaitu Legal value diamana Rekam medis dapat.dijadikan bahan pembuktian di pengadilan.
Pada kasus ”child abuse” dimana kadang kala kita
temui dalam praktek sehari-hari.Telah tertuang dalam Pedoman bagi
dokter tentang penanganan KPA menurut Asosiasi Dokter Sedunia (WMA).
Pada butir ke-10 disebutkan bahwa Anak adalah pasien karena itu juga
harus menjadi tanggung jawab dokter untuk melakukan apapun didalam batas
kesanggupannya untuk melindung anak dari ancaman/ bahaya lebih lanjut.
Menghubungi pihak yang menangani perlindungan anak, diwajibkan oleh
hukum. Pada beberapa kasus, memasukkan anak dalam perawatan rumah sakit
juga diperlukan.
Orang yang belum dewasa (anak-anak)
Undang-undang yang mengurus tentang orang tua atau wali
dari anak anak untuk mengakses informasi mengenai anak-anaknya masih
kurang jelas. Undang-undang di beberapa negara bagian di Amerika
menetapkan bahwa informasi mengenai jenis-jenis pengobatan tertentu
seperti pengobatan terhadap penyakit kelamin dan beberapa bentuk
pelecehan tidak dapat diinformasikan kepada orang lain tanpa persetujuan
dari anak tersebut. Beberapa undang-undang menetapkan bahwa para orang
tua harus diberi tahu sebelum anak-anaknya mendapatkan beberapa jenis
perawatan.
Anak
tersebut secara hukum telah dapat menetukan perawatan medik terhadap
diri mereka sendiri, maka kemungkinan para orang tua tidak mempunya hak
untuk memperoleh informasi mengenai perawatannya. Namun jika anak
tersebut tidak dapat melakukan
pembayaran terhadap perawatannya dan mempercayakan orang tuanya untuk
membayar, maka orang tuanya berhak untuk mendapatkan informasi yang
lebih jelas. Bagaimanapun, pemberi informasi dapat memberikan informasi
mengenai anak tersebut kepada orang tua mereka tanpa resiko yang lebih
besar akan pertanggung jawaban, kecuali undang-undang negara bagian
dengan jelas melarangnya.
Ketika
anak-anak yang lebih dewasa ingin informasi mengenai dirinya
disembunyikan dari orang tua mereka, maka pemberi informasi harus
membuat keputusan yang pofesional mengenai informasi yang diberikan
kepada orang tua kecuali dalam keadaan tertentu dimana hukum ditetapkan,
seperti ketika undang-undang konstitusional mewajibkan atau melarang
pemberitahuan. Pemberitahuan informasi pada umumnya diperbolehkan ketika
ada kemungkinan penyakit yang berbahaya seperti penyakit menular pada
anak-anak atau lainnya dan pencegahan terhadap penyakit yang berbahaya
membutuhkan keterlibatan orang tua.
Pasien sakit jiwa
Para
wali dari pasien sakit jiwa diberikan hak untuk memperoleh informasi,
dimana keadaan sebaliknya pasien yang waras dapat memperoleh
informasinya sendiri. Bagaimanapun, beberapa pengadilan negara bagian
telah menekankan bahwa kepercayaan keluarga dan informasi dapat sangat
mengecewakan pasien.
Ketika
pasien sakit jiwa tidak mempunyai seorang wali, pada umumnya rumah
sakit mempercayakan otoritas pada keluarga terdekat atau orang lain yang
bertanggung jawab atas pengobatannya, khususnya untuk kelanjutan
perawatan pasien atau pembatalan administrasi.
Bila
gangguan jiwa bersifat sementara dan pemberitahuan informasi agaknya
dapat ditunda, biasanya sangatlah bijaksana untuk menunggu sampai pasien
mempunyai haknya sendiri.
Kematian pasien
Setelah kematian pasien, jika ada seorang wali maka wali tersebut harus meminta haknya sebelum mengeluarkan pernyataan. Jika tidak ada wali, otorisasi dapat diperoleh dari orang terdekat seperti janda atau anaknya.
Pada
banyak negara bagian, hanya wali atau administrator dari almarhum yang
mempunyai otoritas untuk mengesahkan pemberitaan kematian pasien.
Sebagai tambahan, banyak negara bagian menetapkan bahwa janda almarhum
yang boleh memperoleh informasi mengenai kematiannya. Sangat disarankan
pada dokter untuk memeriksa undang-undang negara bagian untuk menentukan
adnya bahaya ketentuan dam mengeluarkan pernyataan.
Pasien meninggalkan rumah sakit
Ketika
pasien dikeluarkan, hanya dokter yang bertugas saat itu yang berhak
memeriksa status pasien, kecuali pasien atau walinya memberikan ijin
pada dokter yang lain.
Persetujuan untuk memberikan informasi.
Mengeluarkan
informasi pasien berdasarkan otorisasi atau ijin dari pasien atau
walinya, mandat pengadilan dan mandat undang-undang.
Pasien harus diberitahu untuk berbagi informasi dengan petugas kesehatan lain, dan pasien menandatangani inform consent.
Penyingkapan informasi kepada pihak ke III.
Pemeriksaan fisik calon pegawai.
Apa yang harus dilakukan oleh seorang dokter apabila dia harus
memberikan informasi tenetang hasil pemeriksaan dalam hal ini
pemeriksaan terhadap para calon pegawai, kapada pihak ke III? Dimasa lalu, pengadilan telah menetapkan bahwa tidak ada hubungan pasien dan dokter yang tercipta dalam pemeriksaan fisik pegawai ; itu hanyalah hubungan nonkonsensual.
Kasus-kasus
sekarang ini mengindikasikan bahwa pengadilan-pengadilan sedang
mengubah persepsi mereka terhadap hubungan pasien dan dokter. Seseorang
datang kedokter untuk pemeriksaan fisik pegawai atas rekomendasi
atasannya seolah-olah terlibat dalam hubungan pasien dan dokter hal ini
menekankan kepada dokter atau institusi yang diwakilinya bahwa adalah
suatu tugas yang sangat penting untuk membeberkan masalah kesehatan atau resiko kesehatan dari si pasien ini
adalah bagian dari fungsi kesehatan masyarakat dari seorang dokter umum
dan sudah merupakan tugasnya juga untuk memperingatkan. Sudah jelas
bahwa tidak ada yang perlu dipertanyakan kecuali pada beberapa kondisi
tertentu yaitu seorang dokter mempunyai tugas untuk menginformasikan
masalah-masalah kesehatan pasiennya. Sekarang pengadilan juga mempunyai
tugas yang tidak kalah pentingnya yaitu melakukan ”pemeriksaan murni”
yaitu berupa pangwasan terhadap dokter dan pihak ke-III, agar para calon
pekerja tersebut tidak dirugikan.
Menurut
hukum kasus, baik dokter atau pasien mempunyai hak istimewa dimana
komunikasi antara mereka dapat menghindari campur tangan pihak ke-3.
Bagaimanapun, pengadilan-pengadilan telah secara khusus menunjukkan pada
persoalan ini, sebagian besar telah memutuskan untuk melindungi hak-hak
pasien dari pernyataan informasi rahasia yang tidak sah.
Kesalahan
Kesalahan2 pribadi, dalam kaitannya dengan praktek kedokteran, telah
diketahui sejak lama. Gangguan atau pelanggaran kerahasiaan mungkin
diartikan sebagai pengambilan foto-foto yang tidak diinginkan oleh
seorang dokter sehingga menyebabkan sebuah pengacauan tuntutan .jika
media ikut terlibat maka gugatan meliputi tuntutan akan publikasi diri
pasien, tuntutan mengenai pasien yang tertukar ayau kesalah nama pasien
yang disalah gunakan untuk kepentinga komersial. Pertangguang jawaban
seorang dokter dalam sebuah kasusu pribadi didasarkan atas segala
aktivitasnya atau keikut sertaan dalam pelanggaran yang betubi-tubi.
Bagaimanapun, pada kasus lain secara yuridiksi dimana komunikasi antara
pasien dan dokter tidak benar-benar dipertimbangkan hak2 istimewanya,
pengadilan telah menolak mengakui segala pertanggung jawaban atas
penyingkapan ini.
Pelanggaran privasi.
Privasi
dapat diartikan sebagai hak untuk menyimpan informasi mengenai diri
sendri atau pribadi sesorang yang tidak dapat diketahui orang lain.
Beberapa negara bagian telah mengakui bahwa hak2 privasi dilindungi oleh
hukum
Pelanggaran kerahasiaan.
Mendiskusikan
masalah pasien dengan pihak ketiga yang tidak barwenang adalah suatu
pelanggaran hukum dan pelanggaran rahasia kedokteran. Seorang pasien
mempunya hak mutlak untuk mengetahui apakah informasi yang diberikan
pada seorang dokter tidak akan diberitahuikan kepada orang lain tanpa
seijin pasien. Hal ini berlaku untuk semua tenaga kesehatan baik perawat
maupun asisten dokter. Pengadilan telah menetapkan bahwa tuntutan
terhadap pelanggaran kerahasiaan didasarkan atas penyelewengan tugas
seorang dokter mengenai usaha perlindungan terhadap pemberitahuan
informasi yang tidak sah yang diperolah selama perawatan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar