Asas-asas umum
pemerintahan adalah asas yang menjunjung tinggi
norma kesusilaan, kepatutan dan aturan hukum. Asas-asas ini tertuang pada UU No. 28/1999 tentang Penyelenggaraan
Negara yang Bersih
dan Bebas KKN. Siapa yang
peduli asas? Mungkin
hanya kalangan akademisi. Padahal asas hukum adalah jantungnya aturan hukum, menjadi titik tolak
berpikir, pembentukan dan intepretasi hukum. Sedangkan peraturan hukum
merupakan patokan tentang perilaku yang seharusnya, berisi perintah, larangan, dan kebolehan.
Istilah
- Di Belanda dikenal dengan “Algemene Beginselen van Behoorllijke Bestuur” (ABBB)
- Di Inggris dikenal “The Principal of Natural Justice”
- Di Perancis “Les Principaux Generaux du Droit Coutumier Publique”
- Di Belgia “Aglemene Rechtsbeginselen”
- Di Jerman “Verfassung Sprinzipien”
- Di Indonesia “Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik”.
Di Belanda
- Di Belanda Asas-asas umum pemerintahan yang baik (ABBB) dipandang sebagai norma hukum tidak tertulis, namun harus ditaati oleh pemerintah. Diatur dlm Wet AROB (Administrative Rechtspraak Overheidsbeschikkingen) yaitu Ketetapan-ketetapan Pemerintahan dalam Hukum Administrasi oleh Kekuasaan Kehakiman “Tidak bertentangan dengan apa dalam kesadaran hukum umum merupakan asas-asas yang berlaku (hidup) tentang pemerintahan yang baik”. Hal itu dimaksudkan bahwa asas-asas itu sebagai asas-asas yang hidup, digali dan dikembangkan oleh hakim.
- Sebagai hukum tidak tertulis, arti yg tepat ABBB bagi tiap keadaan tersendiri, tidak selalu dapat dijabarkan dgn teliti.
- Paling sedikit ada 7 ABBB yg sudah memiliki tempat yg jelas di Belanda: Asas persamaan, asas kepercayaan, asas kepastian hukum, asas kecermatan, asas pemberian alasan, larangan ‘detournement de pouvoir’, dan larangan bertindak sewenang2.
Dalam
kaitannya dengan asas-asas yang telah dibicarakan sebelumnya, Undang-undang No.
28 Tahun 1999 tentang penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan bersih dari
korupsi, kolusi dan nepotisme, apabila diperhatikan dengan seksama rupa-rupanya
telah memuat asas-asas pemerintahan yang baik sebagaimana yang tercantum dalam
pasal 3 yang bunyinya sebagai berikut:
Asas-asas umum penyelenggaraan
negara meliputi:
1. Asas Kepastian Hukum;
2. Asas Tertib Penyelenggaraan
Negara;
3. Asas Kepentingan Umum;
4. Asas Keterbukaan;
5. Asas Proporsionalitas;
6. Asas Profesionalitas; dan
7. Asas Akuntabilitas.
Yang
mana sebenarnya telah mencakup kedua kategori asas pemerintahan yang baik
apabila melihat pada penjelasan sebelumnya di atas jika dilihat dari sudut
pandang sebagai berikut. Pertama yang akan dibahas adalah mengenai asas
kepastian hukum. Perihall asas ini adalah serupa dengan asas pemerintahan yang
baik yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa suatu penyelenggara Negara dalam
menjalankan kinerjanya harus dapat menggunakan wewenangnya sebaik mungkin
dengan cara menghindari cara-cara yang menyebabkan hukum suatu Negara goncang.
Goncangnya suatu Negara dalam hal ini adalah goncangan dalam hukum yang
mengatur sebuah Negara, sebab seperti yang kita ketahui hukum adalah salah satu
landasan sekaligus tiang Negara apabila mengacu pada pendapat Prof. Miriam
Budiarjo dalam buku Dasar-dasar ilmu Politik. Berikut ini adalah pengertian
asas kepastian umum menurut penjelasan pasal 3 angka1 UU no.28 tahun 1999:
“Yang dimaksud dengan “Asas Kepastian Hukum” Adalah
asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan,
kepatutan, dan keadilan dalam setiap kebijakan Penyelenggara Negara “
Asas
yang kedua adalah perihal asas tertib penyelenggaraan Negara, yang dimaksud
dengan asas ini apabila mengacu pada penjelasan UU no.28 tahun 1999 adalah asas
yang menjadi landasan keteraturan, keserasian, dan keseimbangan dalam
pengendalian penyelenggaraan negara. Asas ini mencakup banyak hal yang terdapat
dalam asas pemerintahan yang baik, sebab asas ini memiliki suatu hubungan atau
kaitan dengan asas yang lain sebab apabila semua asas itu dijalankan, maka asas
ini tentunya terlaksana sebab akan tercipta suatu pemerintahan yang teratur
dalam menjalankan wewenangnya dengan mengikuti peraturan yang telah dibuatnya
dan dapat menjaga suatu keadaan yang seimbang antara unsur-unsur yang ada dalam
suatu Negara serta dapat mengendalikan semua aspek-aspek yang vital dalam
kehidupan bernegara (misal:ekonomi, politik, agama). Asas ini lebih mengacu
pada visi yang ingin diharapkan dapat dicapai dalam rangka mencapai tujuan dari
Negara Indonesia.
Sedangkan
asas yang berikutnya adalah asas kepentingan yang seperti tertulis dalam
penjelasan dan artinya secara umum, asas ini dimaksudkan agar pemerintah
senatiasa mendahulukan kepentingan umum dalam melakukan kegiatannya. Dalam asas
ini terlihat jelas bahwa seluruh asas yang berkaitan dengan Asas yang perihal
prosedur atau proses pengambilan keputusan yang apabila dilanggar secara
otomatis membuat keputusan yang bersangkutan menjadi batal demi hukum yang mana
telah dijabarkan sebelumnya. Asas ini lantas diperkuat dalam beberapa pasal
dalam UU no.28 tahun 1999 seperti pada pasal 8 (yang mana menyangkut asas yang
memberikan hak pada rakyat untuk membela kepentingannya).
Yang
dimaksud dengan asas keterbukaan adalah Yang dimaksud dengan “Asas Keterbukaan”
adalah asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi
yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan negara
dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan dan
rahasia negara. Tampak dengan jelas asas non-diskriminatif tercakup dalam asas
ini dan asas tidak sewenang-wenang dan asas pelarangan penyalah gunaan
kekuasaan juga tercakup didalamnya sebab peyelenggaraan pemerintah yang
transparan adalah salah satu cara untuk mencegah penyalah gunaan kekuasaan dan
kesewenangan pemerintah dalam bertindak. Asas ini diterapkan dalam pasal 5 UU
no.28 tahun 1999 tentang kewajiban pejabat Negara.
Asas
proporsionalitas dan asas profesionalitas adalah dua asas yang menyangkut
penyelenggara Negara itu sendiri dimana asas proporsionalitas adalah asas yang
mengutamakan keseimbangan antara hak dan kewajiban sedangkan asas
profesionalitas adalah asas yang mengutamakan keahlian dengan berdasar pada
kode etik menurut UU yang berlaku. Kedua asas ini mencerminkan asas pelarangan
penyalah gunaan kekuasaan sebab penyalahgunaan kekuasaan itu sendiri adalah
penyalah gunaan wewenang dan hak kewajiban yang melekat pada pemerintah dalam
hubungannya dengan rakyat.yang dalam hal ini tunduk pada hukum dan kekuasaan
Negara itu sendiri.
Asas
yang terakhir adalah asas akuntabilitas, asas akuntabilitas adalah asas yang
menekankan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan Penyelenggara
Negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai
pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
Kesimpulan
yang bisa diambil dari penjelasan asas penyelenggaraan Negara berdasarkan pada
UU no.28 tahun 1999 adalah bahwa Negara telah mencakup semua asas pemerintahan
yang baik dalam penyelenggaraannya dalam arti ideal, hanya saja masalahnya ada
pada pelaksanaan asas itu sendiri dalam kebutuhan praktik dimana seringkali ruh
atau esensi dari UU itu sendiri seringkali disimpangkan sebagai akibat dari
pengaruh politik dalam pemerintahan yang berimbas pada penegakkan hukum itu
sendiri, yang tercermin dalam beberapa “perbuatan” yang controversial (misal:
pilih tebang dalam pemberantasan korupsi, kapitalisme dalam ekonomi) dimana ruh
dari peraturan itu, pemerintahan yang transparan, tahu batasan wewenangnya dan
lain sebagainya menjadi terbatas pada sebuah utopia. Pelaksanaan yang baik
telah dilakukan, pemberantasan korupsi, peran serta masyarakat yang marak,
transparansi yang baik. Tetapi kebudayaan nepotisme masih tercermin dengan
tegas dan kewajiban pejabat Negara sering dilupakan dan terkesan dijadikan
sebagai suatu yang berat sehingga ketidakmampuan melakukan kewajiban itu
seringkali dijadikan alasan dalam menuntut hak. Jadi pada dasarnya Ruhnya sudah
ada, tercermin dalam undang-undang, akan tetapi tidak didorong oleh nafsu yang
dalam hal ini adalah hasrat (sebab nafsu seringkalo dikonotasikan negatif)
dalam mencapai ruh itu sendiri yang hakikatnya adalah kebebasan (dalam hal ini
adalah lepas dari KKN dan diskriminasi) walaupun kita semua memahami bahwa
sebuah Negara tentunya terdiri dari bermacam-macam hasrat yang membentuknya
sebagai Negara tetapi sungguh tidak bisa dijadikan alasan jika hal itu menjadi
ketidakberdayaan Negara sebab bagaimana Negara bisa ada jika rakyat tidak
memiliki hasrat yang mendorong perbuatan untuk membentuk Negara (dalam hal ini
sesuai dengan Hegel dalam buku Filsafat Sejarah). Negara yang demikian adalah
gagal dalam mengarahkan tujuan rakyatnya pada satu hal. Yang dibutuhkan oleh
Negara dalam mencapai tujuan utama dari UU ini adalah keseriusan pelaksanaan,
misi untuk mencapai visi UU itu sendiri.
Good government &
Good governance
Good
Governance :
Tata Pemerintahan yang baik (Good Governance),
lebih menekankan pada pola hubungan yang sebaik-baiknya antar elemen yang ada.
Di tingkat perdesa konsep Tata Pemerintahan (Good Governance) merujuk
pada pola hubungan antara pemerintah desa dengan masyarakat, kelembagaan
politik, kelembagaan ekonomi dan kelembagaan sosial/budaya dalam upaya
menciptakan kesepakatan bersama menyangkut pengaturan proses pemerintahan.
Hubungan yang diidealkan adalah sebuah hubungan yang seimbang dan proporsional
antara empat kelembagaan desa tersebut.
Penerapan Good Governance diharapkan
pemerintah desa yang sudah otonom dari pemerintahan atasnya, dengan
mensyaratkan masyarakat ikut serta terlibat dan mengawasi jalannya pengelolaan
pemerintahan desa. Dengan demikian semangat yang melingkupi dalam pelaksanaan
otonomi daerah adalah adanya keseimbangan peran, antara pemerintah desa,
kelembagaan politik, kelembagaan ekonomi dan kelembagaan sosial/budaya dalam
pengelolaan pemerintahan desa.
Prinsipel
Good Governance adalah:
1.
Partisipasi
Semua
orang mempunyai suara dan terlibat dalam pengambilan keputusan, baik secara
langsung maupun melalui lembaga-lembaga perwakilan sah yang mewakili
kepentingan mereka. Partisipasi menyeluruh tersebut dibangun berdasarkan atas
adanya kebebasan untuk berkumpul dan mengungkapkan pendapat, serta kapasitas
untuk berpartisipasi secara konstruktif, partisipasi yang dilakukan bukan
semata tindakan mobilisasi ataupun kolekfitas, namun sebagai suatu kebetuhan
person dalam mewarnai dan memberikan aroma dalam wadah lembaga organisasi yang
independen.
2.
Supremasi hukum
Kerangka
hukum harus adil dan diberlakukan tanpa pandang bulu, terutama hukum-hukum yang
menyangkut hak asasi manusa.
3.
Transparansi
Transparansi
dibangun atas dasar terbukanya informasi secara bebas. Seluruh proses
pemerintahan atau lembaga adminstrasi dapat memberikan informasi yang dapat
dakses oleh semua pihak. Transparansi di interpretasikan tembus pandang,
sama-samar, keterbukaan bukan dari demensi bidang keuangan saja, namun lebih
menyeluruh pada multi demensi bidang lainnya.
4.
Cepat tanggap
Lembaga-lembaga
dan seluruh proses pemerintahan harus berusaha melayani semua pihak, dengan
responbiltas yang tinggi.
5.
Membangun konsensus
Tata
pemerintahan yang baik menjembatani kepentingan public dengan kepentingan
kebijakan, dalam hal apa yang terbaik bagi kelompok-kelompok masyarakat, dan
bila mungkin konsensus kebijakan-kebijakan serta prosedur-prosedur, muncul dan
tumbuh dari masyarakat atau opini publik.
6.
Kesetaraan
Semua
orang mempunyai kesempatan memperbaiki atau mempertahankan kesejahteraan
mereka.
7.
Efektif dan efsien
Proses-proses
pemerintahan dan lembaga-lembaga membuahkan hasil sesuai kebutuhan warga
masyarakat dan dengan menggunakan sumber-sumber daya yang ada seoptimal mungkin
dan berdaya guna.
8.
Bertanggungjawab
Para
pengambil keputusan di pemerintah, kelembagaan politik, kelembagaan ekonomi,
kelembagaan sosial bertanggung jawab baik kepada seluruh masyarakat.
Pertanggungjawabannya dalam bentuk pertanggungjawaban politik, pertanggungjawaban
hukum, pertanggungjawaban profesional, pertanggungjawaban keuangan dan
pertanggungjawaban moral
9.
Visi strategis
Para
pemimpin dan masyarakat memiliki perspektif yang luas dan jauh ke depan atas
tata pemerntahan yang baik dan pembangunan manusia, serta kepekaan akan apa
saja yang dibutuhan untuk mewujudkan perkembangan tersebut. Selain itu mereka
harus memiliki pemahaman atas kompleksitas kesejarahan, budaya dan sosial yang
menjadi dasar bagi perspektif tersebut.
Good
Government :
Pemerintahan yang baik (Good Government)
adalah lembaga non profit oriented, yang mengemban fungsi dalam mengelola
administrasi pemerintahan, konsep Pemerintahan yang baik dari pusat sampai
dengan di perdesaan dapat merubah main set serta workframe bernegara, dengan
suatu konsesus nasional dengan tidak mengkonsumsi anggaran masyarakat, dan
tetap berpihak pada kepentingan masyarakat khususnya kepentingan rakyat miskin
atau masyarakat yang termarjinalkan dalam paradigma dan realitas pembangunan.
Sebagai lembaga non profit oriented sangatlah diharamkan dalam memberikan
pelayanan meligitimasi pungli kedalam aktulisasi pekerjaannya.
Mengemban jabatan lingkup birokrasi, muncul
berbagai mitos dalam mengaktulitasasi pekerjaan merupakan beban tanggungjawab
memberikan penghidupan bawahan/staf/jabatan setingkat diatasnya, melalui
pendapatan tambahan diluar pendapatan yang merupakan porsi dari pekerjaan
pelayanan kepada masyarakat.
Dengan mengusung suatu Program/proyek, yang belum
dilakukan suatu kajian secara konfrehensif, apakah program/proyek merupakan
suatu kebutuhan masyarakat, atau kebutuhan pemangku kepentingan pejabat
birokrasi.
Mediasi pelayanan publik dengan skema birokrasi
yang profesional dan resposif. Dalam mewujudkan selogan dan paradigma birokrasi
yaitu ”birokrasi yang bersih atau terlepas dari KKN” pada awal reformasi telah
bergulir (1998), namun kenyataannya sampai detik ini, birokrasi kita
hanya berjalan ditempat, tanpa adanya hastrat untuk merubah dan hanya sebagai
isapan jempol dari kubu reformasi.
Departemen dan instansi merupakan suatu lembaga penggerak
dalam melakukan mediasi pelayanan publik yang kesesuaiannya berdasarkan
hak-haka dasar masyarakat secara absolut, keterkaitan pelayanan masyarakat oleh
birokrasi, tidak mutlak hanya dijalankan oleh para birokrat, namun diisi pulah
para cedekiawan-2, dan partisan partai yang kononnya dan acapkali bersinggungan
langsung dengan masyarakat.
Untuk lebih jauh memahami pemerintahan dalam
melaksanakan tugas kesehari-hariannya melalui organisasi birokrasi, maka kita
meletakan landasan teori birokrasi adalah sebagai berikut :
Menurut Peter M. Blau (2000:4), Birokrasi adalah “tipe organisasi yang
dirancang untuk menyelesaikan tugas-tugas administratif dalam skala besar
dengan cara mengkoordinasi pekerjaan banyak orang secara sistematis”.
Titik kritis dari definisi di atas adalah bahwa
birokrasi merupakan alat untuk memuluskan atau mempermudah jalannya penerapan
kebijakan pemerintah dalam upaya melayani masyarakat dengan tetap melakukan
koordinasi antar/intra instansi atau departemen, secara sistematis, akurat dan
efesiensi bukan suatu kewenangan perintah kepada masyarakat melakukan kebijakan
yang orogan.
Pelaksanaan tugas-tugas pengadministrasian dari
suatu aktivitas masyarakat dengan memberikan kemudahan dan kemurahan,
membukukan dan pengagendaan berkas, tanpa adanya konpensasi atau balas jasa
yang diambil dari suatu aktivitas masyarakat, dengan harapan pelaksanaannya
secara menyeluruh dan transparan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar