Kamis, 01 Desember 2011

Perlindungan hak konsumen terhadap jajanan anak sekolah

BAB I
PENDAHULUAN
1.1.LATAR BELAKANG
Jajanan merupakan makan favorit bagi anak-anak sekolah khususnya anak sekolah dasar, selain murah, jajanan juga sangat praktis untuk disantap waktu anak SD sedang beristirahat di sekolah. Berbagai macam jajanan dijajakan di sekolahan sebagai contoh sirup, agar-agar, mie, bakso, jelly, kudapan, dll. Berbagai makanan tersebut sangat  beragam sehingga para siswa dapat memilihnya.

Namun, dari jajanan yang sering ditemui di sekolah-sekolah, makanan tersebut tanpa disadari dapat mebahayakan bagi kesehatan karena dari makanan tersebut terdapat zat-zat yang berbahaya yang dapat membahayakan bagi orang yang memakannya.
Banyak kasus yang terjadi mengenai masalah tentang jajanan anak sekolah (JAS), sebagai contoh adalah kasus berikut ini :
Kasus keracunan pangan memang bisa disebabkan oleh makanan apapun. Tapi berdasarkan data diketahui tahun 2010 jajanan pangan menyumbang kasus keracunan sebesar 13,5 persen. Data surveilans KLB keracunan pangan tahun 2010 terdapat 163 kejadian, dan berdasarkan jenis pangannya diketahui jajanan pangan berkontribusi terhadap kasus keracunan sebesar 13,5 persen.

Saat ini tingkat keamanan dari pangan jajanan anak sekolah (PJAS) masih rendah. PJAS sendiri adalah pangan siap saji yang ditemui di lingkungan sekolah dan secara umum dikonsumsi oleh sebagian besar anak sekolah. Selain itu berdasarkan pengawasan yang dilakukan BPOM periode 2008-2011 menunjukkan bahwa sekitar 40-44 persen jajanan anak sekolah ini tidak memenuhi syarat. Kondisi ini merupakan masalah yang serius karena dapat memperburuk status gizi anak akibat terganggunya asupan gizi. Padahal studi yang dilakukan oleh IPB, Bogor tahun 2004 diketahui bahwa jajanan anak sekolah ini menyumbang 36 persen kebutuhan energi anak. Jajanan ini mencakup makanan di kantin dan juga pedagang di sekitar lingkungan sekolah.


Ada beberapa potensi masalah dari pangan jajanan anak sekolah ini yaitu:
1.      Mengandung pemanis buatan secara berlebihan
2.      Mengandung bahan pewarna yang seharusnya tidak digunakan untuk makanan, seperti rhodamin B (untuk warna merah) dan methanil yellow (untuk warna kuning)
3.      Mengandung bahan makanan berbahaya seperti boraks atau formalin
4.      Buruknya higien (tidak mencuci tangan sebelum mempersiapkan makanan) dan sanitasi (tidak tersedianya air bersih) sehingga bisa memicu terjadinya cemaran mikroba dan zat kimia.
5.      Upaya yang saat ini telah dilakukan adalah pengawasan dengan melakukan sampling dan pengujian jajanan anak (secara kualitatif dan kuantitatif) serta mengoperasionalkan mobil laboratorium keliling.

Dari kasus diatas dapat diketahui bahwa zat-zat yang terkandung dalam JAS merupakan zat yang sangat berbahaya apabila dikonsumsi dan masuk kedalam tubuh. Efek yang ditimbulkan dari zat-zat berbahaya yang terkandung dalam JAS bisa memberikan dampak jangka panjang. Selain itu dari fakta diatas BPOM menyatakan 40-44 persen JAS tidak memenuhi syarat untuk dikonsumsi, hal tersebut sangat mempengaruhi asupan gizi yang diterima oleh tubuh anak-anak sekolah.
Dalam hal ini kekritisan konsumen sangat diperlukan, pengetahuan mengenai zat-zat berbahaya yang terkadndung dalam makanan sangat diperlukan karena dengan hal tersebut konsumen dapat kritis dalam memilih makanan. Selain itu juga kelengkapan informasi yang diberikan oleh produsen mengenai bahan-bahan yang terndung dalam JAS sangat diperlukan, sebab dari informasi tersebut produsen dapat membantu konsumen untuk memilih mana makanan yang aman untuk dikonsumsi.
Kenyataan ini sangat bertolak belakang dengan peraturan yang diatur dalam Undang-undang Perlindungan Konsumen. Seharusnya konsumen mendapatkan jaminan terhadap makanan yang dikonsumsinya, dalam hal kesehatan dan kelayakan makanan. Karena akan memberi dampak terhadap asupan gizi konsumen, khususnya konsumen anak-anak.
Dengan adanya penelitian ini Penulis berharap agar produsen dan konsumen memahami dan wajib berhati-hati atas makanan atau jajanan yang diproduksi atau akan dikonsumsi. Untuk penjelasan masalah tersebut diatas akan dibahas di Bab-bab selanjutnya dalam penelitian ini.

1.2.Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari makalah ini adalah :
1.      Zat – Zat apa saja yang terkandung dalam JAS dan batas minimun yang boleh digunakan dalam JAS  ?
2.      Faktor apa saja yang menyebabkan konsumen (anak sekolah) cenderung mengkonsumsi JAS  yang mengandung zat – zat yang berbahaya ?
3.      Bagaimana Undang – Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dalam mengatur tentang Hak – Hak Konsumen ?
4.      Bagaimana upaya pencegahan dan upaya hukum yang dapat dilakukan oleh Konsumen terhadap pelanggaran JAS yang dilakukan oleh Produsen ?

1.3.Tujuan Masalah
Tujuan dari makalah ini adalah :
1.      Untuk mengetahui Zat – zat yang terkandung dalam JAS dan batas minimum yang boleh digunakan dalam JAS.
2.      Untuk mengetahui faktor apa saja yang menyebabkan konsumen (anak sekolah) cenderung mengkonsumsi JAS yang mengandung zat – zat yang berbahaya.
3.      Untuk memahami Undang – Undang No. 8 Tahun 1990 tentang Perlindungan Konsumen dalam mengatur tentang hak – hak Konsumen.
4.      Untuk mengetahui upaya pencegahan dan upaya hukum yang dapat dilakukan oleh Konsumen terhadap pelanggaran JAS yang dilakukan oleh Produsen.




BAB II

2.1. Zat – zat yang Terkandung dalam JAS dan Batas Minimum yang Boleh digunakan dalam JAS
Pangan jajanan memegang peranan yang cukup penting dalam  memberikan asupan energi dan gizi bagi anak–anak usia sekolah. Hasil  survei yang dilakukan menyebutkan bahwa kebutuhan energi anak sekolah diperoleh dari pangan jajanan yang  dikonsumsinya. Akan tetapi, tingkat keamanan pangan jajanan tersebut sangat memprihatinkan. Penyalahgunaan bahan kimia berbahaya seperti formalin dan rhodamin B oleh produsen pangan jajanan adalah salah satu contoh rendahnya tingkat pengetahuan produsen mengenai keamanan pangan jajanan. Ketidaktahuan produsen mengenai penyalahgunaan tersebut dan praktek higiene yang masih rendah  merupakan faktor utama penyebab masalah keamanan pangan jajanan. Kondisi seperti ini dapat mengakibatkan penyakit akibat pangan pada anak–anak baik secara akut maupun kronis.
            Secara rutin kami melakukan monitoring Jajanan Anak Sekolah (JAS), dan pada pelaksanaannya menggunakan kerangka sampling acak secara representatif. Survei dilaksanakan di beberapa sekolah hampir di seluruh ibukota provinsi di Indonesia oleh 26 Balai Besar/ Balai POM RI.
            Laporan ini memaparkan hasil monitoring JAS yang meliputi jenis pangan jajanan yang sering tidak memenuhi syarat, karena penggunaan bahan tambahan pangan yang melebihi batas, penyalahgunaan bahan berbahaya yang seharusnya tidak boleh digunakan dalam pangan, serta cemaran mikroba yang mencerminkan kualitas mikrobiologi pangan jajanan anak sekolah. 
Pada monitoring ini dilakukan juga pengamatan terhadap penyalahgunaan bahan berbahaya yang dilarang untuk pangan  seperti  rhodamin B3, formalin, dan boraks Berdasarkan data Kejadian Luar Biasa pada JAS, kelompok siswa sekolah dasar (SD) paling sering mengalami keracunan pangan. Berikut ini peraturan mengenai cemaran mikroba dan bahan tambahan pangan yang dimonitor beserta jenis pangannya.
Berikut ini peraturan mengenai cemaran mikroba dan bahan tambahan pangan yang dimonitor beserta jenis pangannya (Tabel 1). Pada monitoring ini dilakukan juga pengamatan terhadap penyalahgunaan bahan berbahaya yang dilarang untuk pangan seperti rhodamin B3, formalin1, dan boraks1.

Tabel 1. Batas maksimum pengawet, pemanis, dan cemaran mikroba dalam beberapa jenis pangan JAS.
Parameter

Minuman Merah
(mg/l)
Sirup

(mg/l)
Jeli, Agar –Agar
(mg/kg)
Es

(mg/kg),
Mie

(mg/kg)
Bakso

(mg/kg)
Kudapan

(mg/kg)
Natrium Benzoat1
600
600
1000




Sakarin2
500
500
100
300



Siklamat2
1000
1000
250
250



Cemaran Mikroba1
1. ALT
2.102 kol/ml
5.102 kol/ml
104 kol/g
104 kol/ml
106 kol/g
105 kol/g
106 kol/g
2. MPN Coliform
20 kol/ml
20 kol/ml
20 kol/g
<3 kol/ml

10 kol/g


Keterangan:
1.      Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/88 tentang Bahan Tambahan Makanan dan Bahan Berbahaya
2.      Keputusan Kepala Badan POM RI No. HK.00.05.5.1.4547 Tahun 2004 tentang Persyaratan Penggunaan BTP Pemanis Buatan dalam Produk Pangan
3.      Permenkes RI No. 239/Menkes/Per/V/85 tentang Zat Warna Berbahaya
4.      Keputusan Dirjen POM No. 03726/B/SK/VII/89 tentang Batas Maksimum Cemaran Mikroba dalam Makanan


2.2. Faktor yang menyebabkan anak mengkonsumsi JAS yang berbahaya
Jajanan Anak Sekolah memang sangat terjangkau bagi anak-anak karena beberapa hal yang mendukung sehingga anak lebih cenderung mengkonsumsi Jajanan di area sekitar sekolahnya.
Dari data yang kita peroleh melalui wawancara kepada 5 orang anak dan orang tuanya masing-masing, dapat ditarik kesimpulan bahwa :
1.      Para orang tua cenderung kurang dalam mengawasi perilaku anak-anaknya yang senang mengkonsumsi jajan di sekolah.
2.      Bagi para produsen atau penjual makanan hanya memikirkan keuntungan yang didapatkan dari pada efek buruk yang di akibatkan oleh jajanan yang diproduksinya apabila mengunakan campuran zat-zat berbahaya dalam proses produksi. Bagi penjual yang terpenting jajanan yang mereka jual laku.
3.       Anak-anak dalam hal ini sebagai konsumen utama tidak mengetahui bahaya mengkonsumsi jajanan tersebut dan cenderung mereka hanya ingin membeli karena jajanan tersebut dikemas dengan menarik dan berwarna mencolok.
4.      Pihak sekolah juga seakan membiarkan siswa-siswinya membeli jajanan diluar area sekolah, yang seharusnya dilakukan adalah melarang mereka demi kesehatan siswa-siswinya.
Dari sekian faktor-faktor diatas seharusnya perlu adanya kesadaran dari berbagai pihak yang khususnya produsen dan konsumen. Produsen memiliki peran utama dalam hal ini dan harus lebih memikirnya kualitas dan kuantitas dari jajanan yang mereka produksi, sehingga dapat memberikan dampak yang positif bagi generasi penerus bangsa, bukan sebaliknya malah merusak.
Perlunya kehati-hatian konsumen dalam memilih makanan atau jajanan yang akan dikonsumsi. Orang tua juga sepatutnya mengawasi dan menghimbau anak-anaknya agar tidak membeli jajan sembarangan yang belum tentu higienis. Sehingga dapat terhindar dari berbagai penyakit yang bisa ditimbulkan jika mengkonsumsi JAS yang mengandung zat-zat yang berbahaya.

2.3. Hak-hak konsumen yang Diatur dalam UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
Hak konsumen adalah :
1.      hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
2.      hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
3.      hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;
4.      hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;
5.      hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;
6.      hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
7.      hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
8.      hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
9.      hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya

1.      hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa.
Bagi konsumen hak ini harus mencakup aspek kesehatan secara fisik, dan dari perspektif keyakinan/ajaran agama tertentu.
2.      hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan.
Merupakan kebebasan konsumen dalam memilih barang dan jasa yang dibutuhkan. Oleh karena itu, barang yang beredar di pasar haruslah terdiri dari beberapa merek untuk suatu barang, agar konsumen dapat memilih.
3.      hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa.
Bisa dipenuhi dengan cara antara lain, melalui diskripsi barang menyangkut harga dan kualitas atau kandungan barang dan tidak hanya terbatas informasi pada satu jenis produk, tetapi juga informasi beberapa merek untuk produk sejenis, dengan demikian konsumen bisa membandingkan antara satu merk dengan merk lain untuk produk sejenis.
4.      hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan.
Ada dua instrumen dalam mengakomodir hak untuk didengar: Pertama, Pemerintah melalui aturan hukum tertentu dalam bentuk hearing secara terbuka dengan konsumen; Kedua, melalui pembentukan organisasi konsumen swasta dengan atau tanpa dukungan pemerintah. Hak untuk didengar menuntut adanya organisasi konsumen yang mewakili konsumen.
5.      hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut
Dengan hak ini, konsumen mendapat perlindungan hukum yang efektif dalam rangka mengamankan implementasi ketentuan perlindungan konsumen dan menjamin keadilan sosial. Hak ini dapat dipenuhi dengan cara: 1) Konsultasi hukum, diberikan pada konsumen menengah ke bawah. Bentuk kegiatan ini dapat dilakukan oleh organisasi konsumen dan atau instansi pemerintah yang mengurusi perlindungan konsumen; 2) Menggunakan mekanisme tuntutan hukum secara kolektif (class action); 3) Adanya keragaman akses bagi konsumen individu berupa tersedianya lembaga penyelesaian sengketa konsumen, baik yang didirikan oleh pemerintah berupa Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) di setiap pemerintah kota / kabupaten.
6.      hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen
Definisi dasar hak ini adalah konsumen harus berpendidikan secukupnya, dapat dilakukan baik melalui kurikulum dalam pendidikan formal maupun melalui pendidikan informal yang dilakukan oleh lembaga swadaya masyarakat yang bergerak di bidang perlindungan konsumen. Pemenuhan hak untuk mendapat pendidikan juga menjadi kontribsi dan tanggung jawab pelaku usaha.
7.      hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif.
Tindakan diskriminatif secara sederhana adalah adanya disparitas, adanya perlakukan yang berbeda untuk pengguna jasa/produk, dimana kepada konsumen dibebankan biaya yang sama. Oleh karena itu adanya pelaku usaha yang menyediakan beberapa sub kategori pelayanan dengan tarif yang berbeda-beda, susuai dengan tarif yang dibayar konsumen tidak dapat dikatakan diskriminatif.
8.      hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.
Mendapatkan ganti rugi harus dipenuhi oleh pelaku usaha atas kerusakan, pencemaran dan atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan si pelaku usaha tersebut. Bentuk ganti eugi dapat berupa: 1) pengembalian uang; 2) penggantian barang dan atau jasa yang sejenis atau setara nilainya; 3) perawatan kesehatan dan atau pemberian santunan (pasal 19 Ayat (2) UUPK).
9.      hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya
Selain hak-hak yang ada dalam UU PK, dalam UU lain juga diatur hak-hak konsumen, seperti UU Kesehatan. Oleh karena itu dimungkinkan adanya hak konsumen tambahan sesuai dengan tipikal sektor masing-masing.

2.4. Upaya pencegahan dan upaya hukum yang dapat dilakukan oleh Konsumen terhadap pelanggaran JAS yang dilakukan oleh Produsen
Jajanan anak sekolah memang harus sangat diperhatikan  oleh pemerintah,  karena di zaman era globalisasi yang semakin berkembang dan perkembangan pengetahuan produsen mengenai zat-zat berbahaya pengganti zat zat makanan yang cenderung mahal, maka dengan mudahnya produsen dapat mengganti  zat yang digunakan dalam bahan makanan dengan zat-zat berbahaya. Untuk itu perlu adanya tindakan dari pemerintah untuk menangani hal-hal semacam ini. Maka dari itu dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 terdapat didalamnya ketentuan mengenai organisasi-organisasi pemerintah yang bertugas melindungi konsumen yang merasa dirugikan serta tatacara penyelesaian sengketanya.
A.      Organisasi pemerintah
1.      Badan Perlindungan Konsumen Nasional yang dimana pada pasal 34 ayat (1) huruf F yang menyatakan bahwa tugas dari organisasi ini adalah “menerima pengaduan tentang perlindungan konsumen dari masyarakat, lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat, atau pelaku usaha”.
2.      Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat pada pasal 44 ayat (3) huruf D menyatakan bahwa tugas dari organisasi ini adalah membantu konsumen dalam memperjuangkan haknya, termasuk menerima keluhan atau pengaduan konsumen;

B.      Penyelesaian Sengketa
Melalui  Pengadilan, Pasal 45 menyebutkan:
1.      Setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha atau melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum.
2.      Penyelesaian sengketa konsumen dapat ditempuh melalui pengadilan atau diluar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa.
3.      Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak menghilangkan tanggung jawab pidana sebagaimana diatur dalam Undang-undang.
4.      Apabila telah dipilih upaya penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan, gugatan melalui pengadilan hanya dapat ditempuh apabila upaya tersebut dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu pihak atau oleh para pihak yang bersengketa.

Pasal 46
(1). Gugatan atas pelanggaran pelaku usaha dapat dilakukan oleh:
a.       seorang konsumen yang dirugikan atau ahli waris yang bersangkutan;
b.      kelompok konsumen yang mempunyai kepentingan yang sama;
c.       lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat yang memenuhi syarat, yaitu berbentuk badan hukum atau yayasan, yang dalam anggaran dasarnya menyebutkan dengan tegas bahwa tujuan didirikannya organisasi tersebut adalah untuk kepentingan perlindungan konsumen dan telah melaksanakan kegiatan sesuai dengan anggaran dasarnya;
d.      pemerintah dan/atau instansi terkait apabila barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau dimanfaatkan mengakibatkan kerugian materi yang besar dan/atau korban yang tidak sedikit.

(2). Gugatan yang diajukan oleh sekelompok konsumen, lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat atau pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf c, atau huruf d diajukan kepada peradilan umum.
(3). Ketentuan lebih lanjut mengenai kerugian materi yang besar dan/atau korban yang tidak sedikit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d diatur dengan Peraturan Pemerintah.

B.Penyelesaian Sengketa di luar Pengadilan

Pasal 47
Penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan diselenggarakan untuk mencapai kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi dan/atau mengenai tindakan tertentu untuk menjamin tidak akan terjadi kembali atau tidak akan terulang kembali kerugian yang diderita oleh konsumen.

Selain itu dalam penyelesaian sengketa konsumen pemerintah juga menyediakan organisasi pemerintah untuk menyelesaikan sengketa perlindungan konsumen.

BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN
Pasal 49
1.      Pemerintah membentuk badan penyelesaian sengketa konsumen di Daerah Tingkat II untuk penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan.
2.      Untuk dapat diangkat menjadi anggota badan penyelesaian sengketa konsumen, seseorang harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a. warga negara Republik Indonesia;
b. berbadan sehat;
c. berkelakuan baik;
d. tidak pernah dihukum karena kejahatan;
e. memiliki pengetahuan dan pengalaman di bidang perlindungan konsumen;
f. berusia sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) tahun.

3.      Anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas unsur pemerintah, unsure konsumen, dan unsur pelaku usaha.
4.       Anggota setiap unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berjumlah sedikit-dikitnya 3 (tiga) orang, dan sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang.
5.      Pengangkatan dan pemberhentian anggota badan penyelesaian sengketa konsumen ditetapkan oleh Menteri.

Pasal 50
Badan penyelesaian sengketa konsumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (1) terdiri
atas:
a. ketua merangkap anggota;
b. wakil ketua merangkap anggota;
c. anggota.

Pasal 51
1.      Badan penyelesaian sengketa konsumen dalam menjalankan tugasnya dibantu oleh sekretariat.
2.      Sekretariat badan penyelesaian sengketa konsumen terdiri atas kepala sekretariat dan anggota sekretariat.
3.      Pengangkutan dan pemberhentian kepala sekretariat dan anggota sekretariat badan penyelesaian sengketa konsumen ditetapkan oleh Menteri.

Pasal 52
Tugas dan wewenang badan penyelesaian sengketa konsumen meliputi:
a.       melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen, dengan cara melalui mediasi atau arbitrase atau konsiliasi;
b.      memberikan konsultasi perlindungan konsumen;
c.       melakukan pengawasan terhadap pencantuman klausula baku;
d.      melaporkan kepada penyidik umum apabila terjadi pelanggaran ketentuan dalam Undangundang ini;
e.       menerima pengaduan baik tertulis maupun tidak tertulis, dari konsumen tentang terjadinya pelanggaran terhadap perlindungan konsumen;
f.        melakukan penelitian dan pemeriksaan sengketa perlindungan konsumen;
g.      memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran terhadap perlindungan konsumen;
h.      memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli dan/atau setiap orang yang dianggap mengetahui pelanggaran terhadap Undang-undang ini;
i.        meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi, saksi ahli, atau setiap orang sebagaimana dimaksud pada huruf g dan huruf h, yang tidak bersedia memenuhi panggilan badan penyelesaian sengketa konsumen;
j.        mendapatkan, meneliti dan/atau menilai surat, dokumen, atau alat bukti lain guna penyelidikan dan/atau pemeriksaan;
k.      memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adanya kerugian di pihak konsumen;
l.        memberitahukan putusan kepada pelaku usaha yang melakukan pelanggaran terhadap perlindungan konsumen;
m.    menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha yang melanggar ketentuan Undang-undang ini.

Pasal 53
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan tugas dan wewenang badan penyelesaian sengketa konsumen Daerah Tingkat II diatur dalam surat keputusan menteri.




BAB III
KESIMPULAN
Jajanan merupakan makanan favorit bagi anak-anak sekolah khususnya anak sekolah dasar, selain murah, jajanan juga sangat praktis untuk disantap waktu anak SD sedang beristirahat di sekolah. Berbagai macam jajanan dijajakan di sekolahan sebagai contoh sirup, agar-agar, mie, bakso, jelly, kudapan, dll. Berbagai makanan tersebut sangat  beragam sehingga para siswa dapat memilihnya. Perlu adanya kesadaran dari berbagai pihak yang khususnya produsen dan konsumen. Produsen memiliki peran utama dalam hal ini dan harus lebih memikirnya kualitas dan kuantitas dari jajanan yang mereka produksi, sehingga dapat memberikan dampak yang positif bagi generasi penerus bangsa, bukan sebaliknya malah merusak. Agar generasi penerus bangsa tidak mendapatkan hambatan-hambatan dalam perkembangan kehidupannya.
Orang tua juga sepatutnya mengawasi dan menghimbau anak-anaknya agar tidak membeli jajan sembarangan yang belum tentu higienis. Sehingga dapat terhindar dari berbagai penyakit yang bisa ditimbulkan jika mengkonsumsi JAS yang mengandung zat-zat yang berbahaya. Dengan adanya hak-hak konsumen yang telah diatur dalam Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, konsumen mendapat perlindungan hukum yang efektif dalam rangka mengamankan implementasi ketentuan perlindungan konsumen dan menjamin keadilan sosial. Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen juga telah mengatur mengenai organisasi pemerintah dan penyelesaian sengketa dalam upaya perlindungan yang dilakukan pemerintah untuk memprotect jajanan anak yang ada di kawasan Sekolah maupun lingkungan masyarakat.
Dengan hak-hak yang telah tercantum dalam Undang-undang Perlindungan Konsumen ini, konsumen mendapat perlindungan hukum yang efektif dalam rangka mengamankan implementasi ketentuan perlindungan konsumen dan menjamin keadilan sosial. Untuk mengimplementasikan ketentuan-ketentuan yang tersebut maka dibutuhkan peran serta masyarakat pada umumnya dan orang tua pada khususnya dalam ikut mengawasi Jajanan Anak Sekolah (JAS).



| Free Bussines? |

Tidak ada komentar:

Posting Komentar