Sistem Pemilu dan Pemilu di Indonesia
A. Sejarah Perjalanan Sistem Pemilu di Indonesia
Dalam perjalanannya, bangsa Indonesia mengalamai perdebatan panjang pilihan diterapkannya sistem pemilihan. Complicated permasalahan dan beragam pertimbanganlah yang kemudian mengantarkan Indonesia untuk memilih salah satu sistem yang diterapkannya.
Pada masa berlakunya sistem parlementer, kombinasi yang digunakan adalah sistem pemilu proporsional representation dan sistem multi partai. Pada masa ini, tidak hanya partai saja yang diberikan kesempatan menjadi kontestan pemilu, akan tetapi individu (perseorangan) juga diberi kesempatan untuk mencalonkan diri. Pemilu pada era ini di anggap sebagai pemilu yang paling demokratis selama pemerintahan di Indonesia.
Walaupun demikian, partai politik yang dihasilkan melalui pemilu demokratis ini dianggap telah menyalahkan kesempatan berkuasa, karena terlalu mementingkan kepentingan serta ideologi masing-masing kelompok, sehingga gagal menciptakan suasana yang stabil dan kondusif untuk menciptkan pembangunan secara berkesinambungan. Karena pendeknya usia setiap kabinet sebagai ulahnya partai-partai, tidak mungkin bagi pemerintah menyusun dan melaksanakan suatu rencana kerja yang mantap.
Dekrit presiden 4 juli 1959 menghidupkan kembali UUD 1945, Soekarno dalam usaha membentuk demokrasi terpimpin menyatakan tindakan antara lain menyederhanakan sistem partai dengan mengurangi jumlah partai. Penyederhanaan ini dilakukan dengan mencabut maklumat pemerintah tertanggal 3 november 1945, melalui Penetapan Presiden (PenPres) Nomor 7 tahun 1959 ditetapkan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh partai politik untuk diakui oleh pemerintah. Pada tahun 1960 jumlah partai yang memenuhi syarat tinggal 10 partai.
A. Sejarah Perjalanan Sistem Pemilu di Indonesia
Dalam perjalanannya, bangsa Indonesia mengalamai perdebatan panjang pilihan diterapkannya sistem pemilihan. Complicated permasalahan dan beragam pertimbanganlah yang kemudian mengantarkan Indonesia untuk memilih salah satu sistem yang diterapkannya.
Pada masa berlakunya sistem parlementer, kombinasi yang digunakan adalah sistem pemilu proporsional representation dan sistem multi partai. Pada masa ini, tidak hanya partai saja yang diberikan kesempatan menjadi kontestan pemilu, akan tetapi individu (perseorangan) juga diberi kesempatan untuk mencalonkan diri. Pemilu pada era ini di anggap sebagai pemilu yang paling demokratis selama pemerintahan di Indonesia.
Walaupun demikian, partai politik yang dihasilkan melalui pemilu demokratis ini dianggap telah menyalahkan kesempatan berkuasa, karena terlalu mementingkan kepentingan serta ideologi masing-masing kelompok, sehingga gagal menciptakan suasana yang stabil dan kondusif untuk menciptkan pembangunan secara berkesinambungan. Karena pendeknya usia setiap kabinet sebagai ulahnya partai-partai, tidak mungkin bagi pemerintah menyusun dan melaksanakan suatu rencana kerja yang mantap.
Dekrit presiden 4 juli 1959 menghidupkan kembali UUD 1945, Soekarno dalam usaha membentuk demokrasi terpimpin menyatakan tindakan antara lain menyederhanakan sistem partai dengan mengurangi jumlah partai. Penyederhanaan ini dilakukan dengan mencabut maklumat pemerintah tertanggal 3 november 1945, melalui Penetapan Presiden (PenPres) Nomor 7 tahun 1959 ditetapkan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh partai politik untuk diakui oleh pemerintah. Pada tahun 1960 jumlah partai yang memenuhi syarat tinggal 10 partai.