Kamis, 10 November 2011

Asas Umum Pemerintahan Yang Baik


Asas-asas umum pemerintahan adalah asas yang menjunjung tinggi norma kesusilaan, kepatutan dan aturan hukum. Asas-asas ini tertuang pada UU No. 28/1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas KKN. Siapa yang peduli asas? Mungkin hanya kalangan akademisi. Padahal asas hukum adalah jantungnya aturan hukum, menjadi titik tolak berpikir, pembentukan dan intepretasi hukum. Sedangkan peraturan hukum merupakan patokan tentang perilaku yang seharusnya, berisi perintah, larangan, dan kebolehan.
Istilah 
  • Di Belanda dikenal dengan “Algemene Beginselen van Behoorllijke Bestuur” (ABBB)
  • Di Inggris dikenal “The Principal of Natural Justice”
  • Di Perancis “Les Principaux Generaux du Droit Coutumier Publique”
  • Di Belgia “Aglemene Rechtsbeginselen”
  • Di Jerman “Verfassung Sprinzipien”
  • Di Indonesia “Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik”.
Di Belanda 
  • Di Belanda Asas-asas umum pemerintahan yang baik (ABBB) dipandang sebagai norma hukum tidak tertulis, namun harus ditaati oleh pemerintah. Diatur dlm Wet AROB (Administrative Rechtspraak Overheidsbeschikkingen) yaitu Ketetapan-ketetapan Pemerintahan dalam Hukum Administrasi oleh Kekuasaan Kehakiman “Tidak bertentangan dengan apa dalam kesadaran hukum umum merupakan asas-asas yang berlaku (hidup) tentang pemerintahan yang baik”. Hal itu dimaksudkan bahwa asas-asas itu sebagai asas-asas yang hidup, digali dan dikembangkan oleh hakim.
  • Sebagai hukum tidak tertulis, arti yg tepat  ABBB bagi tiap keadaan tersendiri, tidak selalu dapat dijabarkan dgn teliti.
  • Paling sedikit ada 7 ABBB yg sudah memiliki tempat yg jelas di Belanda: Asas persamaan, asas kepercayaan, asas kepastian hukum, asas kecermatan, asas pemberian alasan, larangan ‘detournement de pouvoir’, dan larangan bertindak sewenang2.
Dalam kaitannya dengan asas-asas yang telah dibicarakan sebelumnya, Undang-undang No. 28 Tahun 1999 tentang penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan bersih dari korupsi, kolusi dan nepotisme, apabila diperhatikan dengan seksama rupa-rupanya telah memuat asas-asas pemerintahan yang baik sebagaimana yang tercantum dalam pasal 3 yang bunyinya sebagai berikut:
Asas-asas umum penyelenggaraan negara meliputi:
1. Asas Kepastian Hukum;
2. Asas Tertib Penyelenggaraan Negara;
3. Asas Kepentingan Umum;
4. Asas Keterbukaan;
 5. Asas Proporsionalitas;
6. Asas Profesionalitas; dan
7. Asas Akuntabilitas.
Yang mana sebenarnya telah mencakup kedua kategori asas pemerintahan yang baik apabila melihat pada penjelasan sebelumnya di atas jika dilihat dari sudut pandang sebagai berikut. Pertama yang akan dibahas adalah mengenai asas kepastian hukum. Perihall asas ini adalah serupa dengan asas pemerintahan yang baik yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa suatu penyelenggara Negara dalam menjalankan kinerjanya harus dapat menggunakan wewenangnya sebaik mungkin dengan cara menghindari cara-cara yang menyebabkan hukum suatu Negara goncang. Goncangnya suatu Negara dalam hal ini adalah goncangan dalam hukum yang mengatur sebuah Negara, sebab seperti yang kita ketahui hukum adalah salah satu landasan sekaligus tiang Negara apabila mengacu pada pendapat Prof. Miriam Budiarjo dalam buku Dasar-dasar ilmu Politik. Berikut ini adalah pengertian asas kepastian umum menurut penjelasan pasal 3 angka1 UU no.28 tahun 1999:
 “Yang dimaksud dengan “Asas Kepastian Hukum” Adalah asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan, dan keadilan dalam setiap kebijakan Penyelenggara Negara “
Asas yang kedua adalah perihal asas tertib penyelenggaraan Negara, yang dimaksud dengan asas ini apabila mengacu pada penjelasan UU no.28 tahun 1999 adalah asas yang menjadi landasan keteraturan, keserasian, dan keseimbangan dalam pengendalian penyelenggaraan negara. Asas ini mencakup banyak hal yang terdapat dalam asas pemerintahan yang baik, sebab asas ini memiliki suatu hubungan atau kaitan dengan asas yang lain sebab apabila semua asas itu dijalankan, maka asas ini tentunya terlaksana sebab akan tercipta suatu pemerintahan yang teratur dalam menjalankan wewenangnya dengan mengikuti peraturan yang telah dibuatnya dan dapat menjaga suatu keadaan yang seimbang antara unsur-unsur yang ada dalam suatu Negara serta dapat mengendalikan semua aspek-aspek yang vital dalam kehidupan bernegara (misal:ekonomi, politik, agama). Asas ini lebih mengacu pada visi yang ingin diharapkan dapat dicapai dalam rangka mencapai tujuan dari Negara Indonesia.
Sedangkan asas yang berikutnya adalah asas kepentingan yang seperti tertulis dalam penjelasan dan artinya secara umum, asas ini dimaksudkan agar pemerintah senatiasa mendahulukan kepentingan umum dalam melakukan kegiatannya. Dalam asas ini terlihat jelas bahwa seluruh asas yang berkaitan dengan Asas yang perihal prosedur atau proses pengambilan keputusan yang apabila dilanggar secara otomatis membuat keputusan yang bersangkutan menjadi batal demi hukum yang mana telah dijabarkan sebelumnya. Asas ini lantas diperkuat dalam beberapa pasal dalam UU no.28 tahun 1999 seperti pada pasal 8 (yang mana menyangkut asas yang memberikan hak pada rakyat untuk membela kepentingannya).
Yang dimaksud dengan asas keterbukaan adalah Yang dimaksud dengan “Asas Keterbukaan” adalah asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan negara dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan dan rahasia negara. Tampak dengan jelas asas non-diskriminatif tercakup dalam asas ini dan asas tidak sewenang-wenang dan asas pelarangan penyalah gunaan kekuasaan juga tercakup didalamnya sebab peyelenggaraan pemerintah yang transparan adalah salah satu cara untuk mencegah penyalah gunaan kekuasaan dan kesewenangan pemerintah dalam bertindak. Asas ini diterapkan dalam pasal 5 UU no.28 tahun 1999 tentang kewajiban pejabat Negara.
Asas proporsionalitas dan asas profesionalitas adalah dua asas yang menyangkut penyelenggara Negara itu sendiri dimana asas proporsionalitas adalah asas yang mengutamakan keseimbangan antara hak dan kewajiban sedangkan asas profesionalitas adalah asas yang mengutamakan keahlian dengan berdasar pada kode etik menurut UU yang berlaku. Kedua asas ini mencerminkan asas pelarangan penyalah gunaan kekuasaan sebab penyalahgunaan kekuasaan itu sendiri adalah penyalah gunaan wewenang dan hak kewajiban yang melekat pada pemerintah dalam hubungannya dengan rakyat.yang dalam hal ini tunduk pada hukum dan kekuasaan Negara itu sendiri.
Asas yang terakhir adalah asas akuntabilitas, asas akuntabilitas adalah asas yang menekankan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan Penyelenggara Negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan yang berlaku.
Kesimpulan yang bisa diambil dari penjelasan asas penyelenggaraan Negara berdasarkan pada UU no.28 tahun 1999 adalah bahwa Negara telah mencakup semua asas pemerintahan yang baik dalam penyelenggaraannya dalam arti ideal, hanya saja masalahnya ada pada pelaksanaan asas itu sendiri dalam kebutuhan praktik dimana seringkali ruh atau esensi dari UU itu sendiri seringkali disimpangkan sebagai akibat dari pengaruh politik dalam pemerintahan yang berimbas pada penegakkan hukum itu sendiri, yang tercermin dalam beberapa “perbuatan” yang controversial (misal: pilih tebang dalam pemberantasan korupsi, kapitalisme dalam ekonomi) dimana ruh dari peraturan itu, pemerintahan yang transparan, tahu batasan wewenangnya dan lain sebagainya menjadi terbatas pada sebuah utopia. Pelaksanaan yang baik telah dilakukan, pemberantasan korupsi, peran serta masyarakat yang marak, transparansi yang baik. Tetapi kebudayaan nepotisme masih tercermin dengan tegas dan kewajiban pejabat Negara sering dilupakan dan terkesan dijadikan sebagai suatu yang berat sehingga ketidakmampuan melakukan kewajiban itu seringkali dijadikan alasan dalam menuntut hak. Jadi pada dasarnya Ruhnya sudah ada, tercermin dalam undang-undang, akan tetapi tidak didorong oleh nafsu yang dalam hal ini adalah hasrat (sebab nafsu seringkalo dikonotasikan negatif) dalam mencapai ruh itu sendiri yang hakikatnya adalah kebebasan (dalam hal ini adalah lepas dari KKN dan diskriminasi) walaupun kita semua memahami bahwa sebuah Negara tentunya terdiri dari bermacam-macam hasrat yang membentuknya sebagai Negara tetapi sungguh tidak bisa dijadikan alasan jika hal itu menjadi ketidakberdayaan Negara sebab bagaimana Negara bisa ada jika rakyat tidak memiliki hasrat yang mendorong perbuatan untuk membentuk Negara (dalam hal ini sesuai dengan Hegel dalam buku Filsafat Sejarah). Negara yang demikian adalah gagal dalam mengarahkan tujuan rakyatnya pada satu hal. Yang dibutuhkan oleh Negara dalam mencapai tujuan utama dari UU ini adalah keseriusan pelaksanaan, misi untuk mencapai visi UU itu sendiri.


Good government & Good governance
Good Governance :
Tata Pemerintahan yang baik (Good Governance), lebih menekankan pada pola hubungan yang sebaik-baiknya antar elemen yang ada. Di tingkat perdesa konsep Tata Pemerintahan (Good Governance) merujuk pada pola hubungan antara pemerintah desa dengan masyarakat, kelembagaan politik, kelembagaan ekonomi dan kelembagaan sosial/budaya dalam upaya menciptakan kesepakatan bersama menyangkut pengaturan proses pemerintahan. Hubungan yang diidealkan adalah sebuah hubungan yang seimbang dan proporsional antara empat kelembagaan desa tersebut.

Penerapan Good Governance diharapkan pemerintah desa yang sudah otonom dari pemerintahan atasnya, dengan mensyaratkan masyarakat ikut serta terlibat dan mengawasi jalannya pengelolaan pemerintahan desa. Dengan demikian semangat yang melingkupi dalam pelaksanaan otonomi daerah adalah adanya keseimbangan peran, antara pemerintah desa, kelembagaan politik, kelembagaan ekonomi dan kelembagaan sosial/budaya dalam pengelolaan pemerintahan desa.

Prinsipel Good Governance adalah:
1. Partisipasi
Semua orang mempunyai suara dan terlibat dalam pengambilan keputusan, baik secara langsung maupun melalui lembaga-lembaga perwakilan sah yang mewakili kepentingan mereka. Partisipasi menyeluruh tersebut dibangun berdasarkan atas adanya kebebasan untuk berkumpul dan mengungkapkan pendapat, serta kapasitas untuk berpartisipasi secara konstruktif, partisipasi yang dilakukan bukan semata tindakan mobilisasi ataupun kolekfitas, namun sebagai suatu kebetuhan person dalam mewarnai dan memberikan aroma dalam wadah lembaga organisasi yang independen.

 2. Supremasi hukum
Kerangka hukum harus adil dan diberlakukan tanpa pandang bulu, terutama hukum-hukum yang menyangkut hak asasi manusa.

 3. Transparansi
Transparansi dibangun atas dasar terbukanya informasi secara bebas. Seluruh proses pemerintahan atau lembaga adminstrasi dapat memberikan informasi yang dapat dakses oleh semua pihak. Transparansi di interpretasikan tembus pandang, sama-samar, keterbukaan bukan dari demensi bidang keuangan saja, namun lebih menyeluruh pada multi demensi bidang lainnya. 

4. Cepat tanggap
Lembaga-lembaga dan seluruh proses pemerintahan harus berusaha melayani semua pihak, dengan responbiltas yang tinggi.

 5. Membangun konsensus
Tata pemerintahan yang baik menjembatani kepentingan public dengan kepentingan kebijakan, dalam hal apa yang terbaik bagi kelompok-kelompok masyarakat, dan bila mungkin konsensus kebijakan-kebijakan serta prosedur-prosedur, muncul dan tumbuh dari masyarakat atau opini publik.

 6. Kesetaraan
Semua orang mempunyai kesempatan memperbaiki atau mempertahankan kesejahteraan mereka.

 7. Efektif dan efsien
Proses-proses pemerintahan dan lembaga-lembaga membuahkan hasil sesuai kebutuhan warga masyarakat dan dengan menggunakan sumber-sumber daya yang ada seoptimal mungkin dan berdaya guna.

 8. Bertanggungjawab
Para pengambil keputusan di pemerintah, kelembagaan politik, kelembagaan ekonomi, kelembagaan sosial bertanggung jawab baik kepada seluruh masyarakat. Pertanggungjawabannya dalam bentuk pertanggungjawaban politik, pertanggungjawaban hukum, pertanggungjawaban profesional, pertanggungjawaban keuangan dan pertanggungjawaban moral

 9. Visi strategis
Para pemimpin dan masyarakat memiliki perspektif yang luas dan jauh ke depan atas tata pemerntahan yang baik dan pembangunan manusia, serta kepekaan akan apa saja yang dibutuhan untuk mewujudkan perkembangan tersebut. Selain itu mereka harus memiliki pemahaman atas kompleksitas kesejarahan, budaya dan sosial yang menjadi dasar bagi perspektif tersebut.

Good Government :
Pemerintahan yang baik (Good Government) adalah lembaga non profit oriented, yang mengemban fungsi dalam mengelola administrasi pemerintahan, konsep Pemerintahan yang baik dari pusat sampai dengan di perdesaan dapat merubah main set serta workframe bernegara, dengan suatu konsesus nasional dengan tidak mengkonsumsi anggaran masyarakat, dan tetap berpihak pada kepentingan masyarakat khususnya kepentingan rakyat miskin atau masyarakat yang termarjinalkan dalam paradigma dan realitas pembangunan. Sebagai lembaga non profit oriented sangatlah diharamkan dalam memberikan pelayanan meligitimasi pungli kedalam aktulisasi pekerjaannya.

Mengemban jabatan lingkup birokrasi, muncul berbagai mitos dalam mengaktulitasasi pekerjaan merupakan beban tanggungjawab memberikan penghidupan bawahan/staf/jabatan setingkat diatasnya, melalui pendapatan tambahan diluar pendapatan yang merupakan porsi dari pekerjaan pelayanan kepada masyarakat.

Dengan mengusung suatu Program/proyek, yang belum dilakukan suatu kajian secara konfrehensif, apakah program/proyek merupakan suatu kebutuhan masyarakat, atau kebutuhan pemangku kepentingan pejabat birokrasi.    

Mediasi pelayanan publik dengan skema birokrasi yang profesional dan resposif. Dalam mewujudkan selogan dan paradigma birokrasi yaitu ”birokrasi yang bersih atau terlepas dari KKN” pada awal reformasi telah bergulir (1998),  namun kenyataannya sampai detik ini, birokrasi kita hanya berjalan ditempat, tanpa adanya hastrat untuk merubah dan hanya sebagai isapan jempol dari kubu reformasi.

Departemen dan instansi merupakan suatu lembaga  penggerak dalam melakukan mediasi pelayanan publik yang kesesuaiannya berdasarkan hak-haka dasar masyarakat secara absolut, keterkaitan pelayanan masyarakat oleh birokrasi, tidak mutlak hanya dijalankan oleh para birokrat, namun diisi pulah para cedekiawan-2, dan partisan partai yang kononnya dan acapkali bersinggungan langsung dengan masyarakat.

Untuk lebih jauh memahami pemerintahan dalam melaksanakan tugas kesehari-hariannya melalui organisasi birokrasi, maka kita meletakan landasan teori birokrasi adalah sebagai berikut : 
Menurut Peter M. Blau (2000:4), Birokrasi adalah “tipe organisasi yang dirancang untuk menyelesaikan tugas-tugas administratif dalam skala besar dengan cara mengkoordinasi pekerjaan banyak orang secara sistematis”.

Titik kritis dari definisi di atas adalah bahwa birokrasi merupakan alat untuk memuluskan atau mempermudah jalannya penerapan kebijakan pemerintah dalam upaya melayani masyarakat dengan tetap melakukan koordinasi antar/intra instansi atau departemen, secara sistematis, akurat dan efesiensi bukan suatu kewenangan perintah kepada masyarakat melakukan kebijakan yang orogan.

Pelaksanaan tugas-tugas pengadministrasian dari suatu aktivitas masyarakat dengan memberikan kemudahan dan kemurahan, membukukan dan pengagendaan berkas, tanpa adanya konpensasi atau balas jasa yang diambil dari suatu aktivitas masyarakat, dengan harapan pelaksanaannya secara menyeluruh dan transparan.







| Free Bussines? |

Tidak ada komentar:

Posting Komentar